Sanaa (ANTARA News) - Dua prajurit dan 16 militan Al Qaida tewas selama ofensif militer terhadap kelompok garis keras yang dituduh menyandera orang-orang Barat, kata beberapa sumber.

"Enam-belas gerilyawan Al Qaida tewas dalam empat serangan ketika pesawat Yaman menggempur posisi-posisi di dekat Manaseh," sebuah pangkalan militan di provinsi Bayda, kata satu sumber suku mengenai ofensif Selasa itu.

Seorang pejabat di kawasan itu melaporkan, dua prajurit tewas dalam ledakan bom mobil yang ditujukan pada sebuah posisi militer di dekat kota Radah, 30 kilometer ke arah barat.

Ledakan bom mobil bunuh diri di sebuah pos pemeriksaan di daerah yang sama menewaskan 11 prajurit dan mencederai 17 lain pada Senin, dalam serangan yang dituduhkan pada Al Qaida.

Tiga orang lagi tewas dalam operasi militer yang diluncurkan pada Minggu larut malam terhadap militan terkait Al Qaida yang dituduh menyandera seorang Austria dan dua warga Finlandia di Manaseh di provinsi Bayda, kata sumber-sumber suku.

Tentara kini memburu tiga militan yang dituduh menyandera orang-orang Eropa itu dan yang menolak menyerah meski telah ada upaya-upaya penengahan.

Ketiga orang itu -- saudara-saudara dari Tarek al-Dahab, seorang pemimpin Al Qaida yang tewas dalam serangan pada Februari 2012 -- membantah menyandera ketiga orang Eropa itu.

"Ketiga sandera Eropa itu tidak berada di Manaseh. Mereka mungkin masih di Marib," sebuah pangkalan timur Al Qaida, kata satu sumber suku yang melakukan kontak dengan militan kepada AFP.

Sebelumnya bulan ini, para pejabat keamanan Yaman menyatakan, orang-orang Eropa yang diculik itu ditahan oleh kelompok suku terkait Al Qaida di Marib.

Mereka diculik pada 21 Desember di Sanaa ketika sedang bersiap-siap pergi ke kota pelabuhan Aden, Yaman selatan, melalui kota kedua Taez.

Warga asing sering menjadi korban penculikan di Yaman oleh orang-orang bersenjata yang memanfaatkan hal itu sebagai alat tawar-menawar dengan pemerintah.

Lebih dari 200 orang diculik di Yaman dalam 15 tahun terakhir. Sebagian besar dari mereka dibebaskan dalam keadaan hidup dan selamat.

Seorang warga Prancis yang bekerja untuk Komite Internasional Palang Merah (ICRC) yang diculik pada April di kota pelabuhan Hudaida, Yaman utara, dibebaskan dengan selamat tanpa cedera pada Juli.

Namun, seorang wanita Swiss yang diculik oleh gerilyawan Al Qaida pada Maret, juga di Hudaida, hingga kini masih disandera kelompok tersebut.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut, demikian AFP melaporkan.

(M014)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013