Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum DPP Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah menyampaikan aksi korporasi berupa Initial Public Offering (IPO) merupakan peluang bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) untuk mendapatkan dana murah.

“BPR/ BPRS bisa melakukan Go Public (IPO). Ini tentu merupakan peluang untuk mendapatkan pendanaan murah,” ujar Tedy setelah acara “Fun Walk BPR/ BPRS” di kawasan GBK, Jakarta, Minggu.

Dia menyebut, industri BPR/ BPRS saat ini berperan cukup strategis dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam mendorong perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Dengan pertumbuhannya yang pesat, pihaknya memastikan saat ini sudah terdapat beberapa BPR/ BPRS yang berencana ingin melangsungkan IPO atau menjadi perusahaan Go Public.

“Industri ini tumbuh dengan begitu pesat, dan untuk yang akan Go Public pasti ada. Saat ini sudah ada ruang keleluasaan dari regulator untuk terus mendukung BPR berkembang dengan Go Public. Untuk itu, BPR harus berubah dan merespon digitalisasi,” ujar Tedy.

Menurut dia, keberadaan BPR/ BPRS lebih dekat dengan masyarakat, memiliki prosedur pelayanan yang sederhana, mengutamakan pendekatan personal, dan fleksibilitas pola dan model pinjaman, sehingga, membuatnya mampu eksis dan tumbuh bersama industri perbankan lain.

Dalam kesempatan sama, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aman Santosa mengatakan pihaknya telah memberikan izin ​​​​​BPR/ BPRS untuk melangsungkan IPO di pasar modal Indonesia, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

“Terkait dengan IPO atau Go Public BPR. Ke depan sudah di izinkan, tentu ada syaratnya, prinsipnya sudah dulu BPR tak bisa KUR. Kini bisa, dan ada rekomen dari OJK,” ujar Fery Irawan.

Pada awal berdirinya, BPR/ BPRS merupakan perbankan yang tingkat jangkauannya antara desa hingga kecamatan, akhirnya, seiring terbitnya peraturan baru melalui UU P2SK, BPR/ BPRS bertransformasi bisa bergerak hingga tingkat provinsi.

BPR sudah terdapat di 15 Provinsi di seluruh Indonesia, baik itu mandiri ataupun hasil merger, dan boleh memiliki kantor cabang, yang sebelumnya BPR tidak boleh memiliki kantor cabang.

Hingga Desember 2022, total aset industri BPR/ BPRS tumbuh 9,14 persen year on year (yoy) menjadi Rp 202,46 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp185,50 triliun pada Desember 2021.

Sementara itu, penyaluran dana kredit BPR/BPRS tumbuh 11,81 persen (yoy) per Desember 2022, melebihi tingkat pertumbuhan kredit sebelum pandemi COVID-19 yang sebesar 10,85 persen (yoy).

Baca juga: Perbarindo luncurkan nama baru BPR jadi Bank Perekonomian Rakyat
Baca juga: Perbarindo peringati Hari BPR-BPRS gelar Fun Walk di GBK pada 28 Mei
Baca juga: Menteri ATR/BPR serahkan uang ganti proyek Tol Yogya-Bawen Rp85 miliar

 

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023