Paris (ANTARA News) - Sejumlah pesawat tempur Prancis menyerang pusat-pusat komando, kamp pelatihan, dan gudang militan di kawasan pegunungan Mali utara, demikian diumumkan militer Prancis, Kamis.

Serangan-serangan udara "cukup berarti" itu dilakukan dalam beberapa hari terakhir ini di kawasan Aguelhok dekat perbatasan dengan Aljazair, kata juru bicara militer Thierry Burkhard kepada wartawan di Paris.

Aguelhok terletak di sebelah utara Kidal, kota terakhir yang diduduki militan dimana pada Rabu pasukan Prancis menguasai bandaranya menjelang upaya perebutan kota itu.

Burkhard mengatakan, sekitar 1.400 prajurit Chad -- bagian dari pasukan regional Afrika yang dibentuk untuk membantu memerangi militan Mali -- sedang bergerak melalui jalan darat menuju Kidal dari perbatasan Niger.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

Sebanyak 3.500 prajurit Prancis saat ini sudah berada di daratan Mali.

Para pemimpin pertahanan kelompok negara Afrika Barat ECOWAS hari Sabtu setuju meningkatkan jumlah pasukan yang dijanjikan untuk Mali menjadi 5.700.

Prancis hari Minggu menyatakan, 2.700 prajurit Afrika telah berada di daratan Mali dan di negara tetangganya, Niger.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan intervensi Afrika berkekuatan sekitar 3.300 prajurit di bawah pengawasan kelompok negara Afrika Barat ECOWAS. Dengan keterlibatan Chad, yang telah menjanjikan 2.000 prajurit, berarti jumlah pasukan intervensi itu akan jauh lebih besar.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja, demikian AFP melaporkan.

(M014)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013