Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, mendapat predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2022 setelah lima tahun menanti.

Tidak mudah untuk mendapatkan opini WTP bagi Jember karena sebelumnya kabupaten yang dikenal dengan kota tembakau itu mendapatkan opini disclamer (tidak bisa dinilai) atas LKPD tahun 2019 dan opini tidak wajar pada 2020 di era pemerintahan sebelumnya karena BPK menemukan pengeluaran sebesar Rp107 miliar tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP).

Pemerintah Kabupaten Jember berusaha untuk memperbaiki pengelolaan birokrasi tersebut, sehingga perlu kerja keras dari semua organisasi perangkat daerah untuk memperbaiki pelaporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintah.

Kerja keras itu akhirnya membuahkan hasil, hingga BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas LKPD tahun 2021 atau naik satu tingkat dibandingkan tahun sebelumnya mendapat opini tidak wajar.

Dengan opini WDP, Pemkab Jember terus melakukan perbaikan pengelolaan keuangan sesuai standar akuntansi dan regulasi yang ada hingga tahun 2022 mendapatkan opini WTP yang telah dinanti setelah lima tahun terakhir.

Untuk memperoleh predikat opini WTP tentu pemerintah kabupaten/kota harus bekerja keras karena BPK sebagai lembaga berwenang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang disampaikan pemerintah daerah pada tahun 2022, sehingga masing-masing unit kerja harus menyajikan laporan dengan baik.

"Wajar tanpa pengecualian, kalimat itu sederhana, tapi sesungguhnya esensinya sangat luar biasa yang didapat atas hasil jajaran Pemkab Jember dalam melaksanakan amanah rakyat," kata Bupati Jember Hendy Siswanto, kepada ANTARA.

Berdasarkan data Pemkab Jember, sebelumnya opini WTP pernah diraih oleh Kabupaten Jember pada tahun 2012, 2015, dan 2017, dan kembali diraih atas LKPD tahun 2022, sehingga diharapkan opini itu tetap bisa dipertahankan dengan baik, seperti yang dilakukan oleh sejumlah kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Probolinggo yang sudah mempertahankan WTP selama 10 kali berturut-turut.

Kabupaten Jember kembali diberikan kepercayaan dari BPK Jatim untuk mendapatkan predikat opini WTP setelah menjalani audit pemeriksaan keuangan, sehingga opini tersebut menjadi bukti nyata bahwa Pemkab Jember mampu melaksanakan amanah rakyat dengan menyelenggarakan anggaran APBD dengan baik.

Rihan WTP tersebut dapat dicapai berkat dukungan seluruh pihak, baik birokrasi, masyarakat maupun anggota legislatif di DPRD Jember, sehingga Pemkab Jember dinilai mampu mengelola keuangan dan bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.

Dengan mendapatkan opini WTP, tentu berdampak pada investasi dan ekonomi bisa bergerak kencang, sehingga bisa memakmurkan masyarakat di Kota Pendalungan itu.

Ada tiga manfaat yang diperoleh pemkab dari opini WTP, yakni dapat meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah daerah dan menarik investor untuk menanamkan modal, kemudian memungkinkan pemkab mendapatkan dana insentif daerah (DID), dan bermanfaat dalam mengawal tata kelola keuangan yang baik.

Anggaran dalam APBD yang dibelanjakan oleh pemerintah daerah tersebut diharapkan dapat digunakan untuk program yang bersentuhan langsung dengan rakyat dan juga mendorong daya beli masyarakat, sehingga menghasilkan pengaruh bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Sementara jajaran DPRD Jember menilai opini WTP bagi pemerintah daerah setempat dan merupakan kado yang sangat istimewa untuk masyarakat Jember karena sudah menanti selama lima tahun karena terakhir mendapat WTP tahun 2017, sehingga predikat itu merupakan penantian yang cukup lama.

Jajaran DPRD selama ini memang memperketat pengawalan terhadap pengelolaan keuangan daerah, sehingga lembaga legislatif selalu mendesak pemkab untuk bisa menindaklanjuti rekomendasi BPK karena sampai kapanpun tidak akan WTP tanpa ada tindak lanjut.

Upaya yang dilakukan jajaran pemkab luar biasa, sehingga pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2022 berhasil meraih opini WTP yang awalnya diragukan bisa meraih WTP.

Kendati demikian, persentase Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) Pemkab Jember masih lebih rendah dibandingkan empat kabupaten lainnya yakni sebesar 78,14 persen.

Dalam LHP BPK tahun 2022, ada temuan signifikan, yakni belanja honorarium tidak sesuai ketentuan, kelebihan pembayaran atas realisasi belanja modal, dan penatausahaan barang milik daerah berupa aset tetap belum sepenuhnya tertib.

Sebanyak 38 kabupaten/kota di Jawa Timur berhasil meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2022.

Predikat WTP yang diberikan BPK tersebut selalu dinanti oleh kepala daerah untuk membuktikan bahwa pengelolaan keuangan daerah setempat sudah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah dan regulasi yang ada, sehingga terkesan tidak ada penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah.

Berdasarkan data BPK Jatim bahwa predikat opini WTP merupakan wujud pertanggungjawaban tata kelola keuangan yang transparan, akuntabel, informatif dalam meningkatkan kepercayaan publik, mendorong investasi, meningkatkan kemandirian fiskal daerah, dan salah satu kriteria utama pemberian dana insentif daerah untuk kesejahteraan masyarakat.


Potensi korupsi

Pengamat kebijakan publik Universitas Jember Hermanto Rohman menilai dengan opini WTP, BPK telah memastikan pencatatan angka-angka, antara lain pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, hutang dan ekuitas dalam laporan keuangan yang dilaporkan oleh pemda sudah sesuai dengan SAP.

Dalam opini WTP di Jember, BPK masih menemukan belanja honorarium sebesar Rp1,4 miliar tidak sesuai ketentuan, kelebihan pembayaran atas realisasi belanja modal, dan penatausahaan barang milik daerah berupa aset tetap yang belum sepenuhnya tertib.

Dengan demikian, potensi korupsi masih bisa terjadi di pemerintahan daerah, meskipun kabupaten/kota tersebut mendapat predikat opini WTP dari BPK.

Rekomendasi temuan hasil audit BPK di Jember itu mengindikasikan bahwa potensi oportunistik birokrasi untuk korupsi masih ada dengan keberadaan kelebihan pembayaran honorarium dan belanja modal.

Mental oportunistik birokrasi yang potensial korup masih ada, salah satunya adalah melalui skema memperbesar belanja honorarium dan juga belanja modal yang juga potensial terjadi praktik rent seeking, yaitu memberikan peluang pada kelompok ekonomi tertentu mendapatkan keuntungan dari anggaran pemerintah dan modusnya biasanya melalui belanja modal.

Kendati demikian, dengan predikat WTP, maka dua penyebab korupsi yang dapat diminimalkan, yaitu kesempatan dan pengungkapan berdasarkan Gone Theory yang menyebutkan bahwa terdapat 4 faktor utama penyebab terjadinya korups,i yakni perilaku keserakahan (greeds), kesempatan (opportunities), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (exposures).

Perlu dipahami bahwa WTP bukanlah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan dan capaian prestasi kinerja pemerintah daerah bagi masyarakat, namun memang perlu diapresiasi pemda yang mendapatkan WTP sebagai upaya meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah dan salah satu ikhtiar menekan korupsi.

Yang tidak kalah penting adalah bagaimana anggaran melalui APBD benar-benar bermanfaat sebagai instrumen keuangan daerah dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, sehingga capaian WTP itu harus menjadi pemacu pemerintah daerah bekerja keras untuk meningkatkan pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat

Capaian WTP ini harus menjadi pemacu pemerintah daerah bekerja keras untuk meningkatkan pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023