Jakarta (ANTARA) - Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 menyoroti perlunya konversi belanja rumah tangga untuk rokok menjadi alokasi dana untuk pemenuhan protein tumbuh kembang anak, kata pejabat Kementerian Kesehatan RI.

"Tujuan dari peringatan kegiatan Hari Tanpa Tembakau kali ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan makanan bergizi daripada konsumsi rokok," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 di Jakarta, Senin.

Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap 31 Mei. Tema kegiatan global pada tahun ini "We Need Food, Not Tobacco", sedangkan tema nasional "Kami Butuh Makanan, Bukan Rokok".

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021 melaporkan pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk belanja protein.

Baca juga: PDPI: Tidak ada batas aman untuk konsumsi rokok

Baca juga: Bea Cukai Kediri Gagalkan Peredaran 820 Ribu Rokok Ilegal di Daerah Jombang


Alokasi belanja rokok menempati posisi terbanyak kedua pengeluaran di rumah tangga atau tiga kali lebih tinggi dari beli telur, daging ayam, dan lainnya.

Belanja rokok menempati porsi pengeluaran terbesar kedua di rumah tangga miskin sebesar 11,9 persen, baik di rumah tangga perkotaan maupun pedesaan.

Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS), uang di rumah tangga yang dipakai untuk belanja rokok berkisar rata-rata Rp382 ribu per bulan.

Dalam acara yang sama, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kementerian Kesehatan RI Maria Endang Rusmiwi mengajak masyarakat untuk merealokasi dana belanja merokok untuk dialihkan pada kebutuhan pemenuhan protein anak.

"Penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia pada 2018, menemukan adanya pengaruh paparan asap rokok pada balita stunting," katanya.

Balita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh 1,5 kilogram lebih kurang dari anak-anak yang tumbuh tanpa orang tua perokok.

"Hari Tanpa Tembakau Sedunia kali ini menjadi momentum bagi kaum bapak untuk berkontribusi menanggulangi stunting dengan berhenti merokok dan beralih membeli makanan bergizi untuk anak," katanya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja Masalah Rokok dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Feni Fitriani Taufik mengatakan Hati Tanpa Tembakau sekaligus memberikan peringatan kepada kaum anak atas bahaya rokok.

"Sekitar 30--35 persen anak percaya mereka akan keren, sekeren iklan rokok yang mereka lihat. Itu masih jadi pekerjaan rumah bersama," katanya.

Menurut Feni, saat ini terdapat 449 dari total 514 wilayah kabupaten/kota di Indonesia yang telah memiliki peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

"Ketentuan KTR ini yang harus selalu kita jaga. Meskipun masih banyak tantangan lainnya, misalnya di angkutan umum biasanya lebih galak perokoknya saat kita ingatkan," katanya.

Feni mengajak masyarakat untuk terus saling mengingatkan bahaya paparan rokok, baik bagi mereka yang pasif maupun yang aktif.

"Pengalaman pandemi COVID-19 telah mengajarkan kita untuk saling mengingatkan, itu perlu kita terapkan terus, khususnya pada bahaya rokok," ujarnya.*

Baca juga: Kemenkes: Paparan asap rokok bisa sebabkan balita mengalami stunting

Baca juga: Kemenkes: Dalam 5 tahun jumlah perokok pada anak dan remaja melonjak

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023