Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adityo Rizaldi saat menerima delegasi tim pencari fakta dari ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) menekankan bahwa Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kebebasan berbicara dan berekspresi di ruang digital.

"Sudah dicapai hasil dari diskusi bahwa dari tim pencari fakta ini sudah mendapatkan jawaban-jawaban yang kiranya menempatkan Indonesia sebagai negara yang sangat menjunjung tinggi HAM di dalam spektrum digitalnya," kata Bobby di Ruang Rapat Pansus B, Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta, Selasa.

Hal tersebut disampaikan Bobby usai menerima kunjungan delegasi tim pencari fakta dari APHR untuk berdiskusi, sebagai sesi akhir dari misi pencarian fakta tentang kebebasan internet di Indonesia yang berlangsung dari 27 hingga 30 Mei 2023 di Jakarta.

"Mereka menyatakan ada beberapa hal yang perlu diketahui secara fakta apakah Indonesia ada potensi pelanggaran hak asasi manusia di dalam kebebasan berpendapat di dunia digital, tetapi tadi setelah hasil diskusi kami semua sudah mendapatkan pertanyaan dan juga bisa kami jawab bahwa saat ini Indonesia sudah sangat akomodatif dan juga tetap menjunjung tinggi HAM sesuai dengan konstitusi kita,” ujarnya.

Dalam rangka menjaga ekosistem digital yang demokratis jelang Pemilu 2024, Bobby menyebut telah menyampaikan kepada delegasi APHR terkait kesiapan fungsi penganggaran, fungsi pengawasan, dan fungsi legislasi dari sektor Komisi I DPR RI yang membidangi pula soal komunikasi dan informasi.

"Kami memastikan bahwa instrumen negara yang di bawah koordinasi kami (Komisi I), yaitu BSSN, BIN, Kemenhan, Kominfo, dan Kementerian Luar Negeri itu sudah siap untuk melaksanakan pesta demokrasi kita 2024 dengan prinsip luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur, adil)," ucapnya.

Anggota APHR sekaligus anggota parlemen Malaysia Yuneswaran Ramaraj menyebut bahwa saat ini internet telah menjadi salah satu tempat bagi warga negara dan pemilih paling banyak menggunakan hak kebebasan berbicaranya sehingga apabila ruang digital ditutup maka berisiko terhadap kebebasan dan keadilan pemilu mendatang.

"Indonesia telah mengambil langkah besar dalam demokrasi setelah jatuhnya rezim Orde Baru 25 tahun lalu, tetapi kami khawatir jika tren pembatasan kebebasan berbicara dan berekspresi dalam ruang digital saat ini terus berlanjut maka kemajuan tersebut akan hilang," ujar Ramaraj.

Sementara itu, anggota APHR dan mantan anggota parlemen Filipina Sarah Jane Elago mengatakan bahwa APHR mengimbau lembaga pemerintah Indonesia untuk meningkatkan partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan terkait kebebasan digital dan langkah-langkah yang dilakukan untuk memantau aktivitas daring selama proses pemilu.

"Kami juga mendesak lembaga-lembaga negara, seperti KPU, Bawaslu, dan Komnas HAM untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dan mencegah kemunduran dalam kemajuan," kata Elago.

Sebab, kata dia, pemilu bukan hanya persoalan tentang apa yang terjadi di bilik suara pada satu hari pemilihan saja.

"Pemilu harus menjadi proses yang benar-benar demokratis, di mana semua anggota masyarakat merasa nyaman untuk mengekspresikan pandangan mereka secara damai dan melakukan dialog yang bermakna tentang masa depan negara," kata dia.

Dari temuan fakta yang dilakukan pihaknya, anggota APHR dan anggota parlemen Timor-Leste Elvina Sousa Carvalho pun mengapresiasi upaya penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia, khususnya dalam kebebasan berbicara di spektrum digital.

"Saya pikir Indonesia berada di jalur yang benar untuk menjaga dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan berbicara," ucap Carvalho.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir pula anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan dan Junico B.P. Siahaan atau yang akrab disapa Nico Siahaan.

Aelama misi pencarian fakta, delegasi anggota APHR mengunjungi dan bertemu dengan organisasi masyarakat sipil, jurnalis, dan perusahaan teknologi serta melakukan kunjungan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023