Kita melakukan pendekatan paling tidak tiga, mengurangi beban masyarakat miskin, kemudian memberdayakan dan kemudian memperkecil kantong-kantong kemiskinan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa memaparkan rencana untuk menangani isu kemiskinan dan kesehatan sebagai isu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Dalam upaya percepatan penurunan kemiskinan ekstrem, Bappenas merencanakan akan tetap melanjutkan bantuan sosial sembako, melanjutkan Program Indonesia Pintar (PIP), subsidi listrik LPG, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta perbaikan akurasi target menggunakan data dari Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).

Kedua, Bappenas merencanakan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pemerintah daerah agar mampu mengelola data dan perencanaan berbasis bukti. Upaya ketiga, yakni perluasan asesmen dan penjangkauan layanan rehabilitasi sosial yang terintegrasi bagi kelompok rentan.

“Kita melakukan pendekatan paling tidak tiga, mengurangi beban masyarakat miskin, kemudian memberdayakan dan kemudian memperkecil kantong-kantong kemiskinan,” kata Suharso di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Suharso menjelaskan rencana dalam penurunan stunting dan penyakit lainnya dalam isu kesehatan Indonesia. Yaitu pertama, Bappenas akan menekankan pendampingan keluarga oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) di berbagai desa.

Kedua, perluasan cakupan Penyediaan Makanan Tambahan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (PMT Bumil KEK), dan balita kurus.

Kemudian yang ketiga, Bappenas berencana perluas cakupan imunisasi dasar lengkap. Keempat, penguatan kualitas data surveilans (E-PPGBM) mulai dari unit pelayanan kesehatan terkecil atau posyandu.

Kelima, pengembangan jejaring Rumah Sakit (RS) Layanan Unggulan di setiap provinsi, dan keenam, percepatan Penyediaan Dokter Spesialis.

Upaya-upaya tersebut dirancang Bappenas karena didasari isu prioritas di sektor kemiskinan dan kesehatan yang perlu untuk dibenahi setiap tahunnya.

Dalam isu kemiskinan, pemerintah mempunyai pekerjaan rumah untuk mengentaskan sebanyak 6,7 juta jiwa yang terkungkung kemiskinan hingga tahun 2024.

“Soal kemiskinan ekstrim yang sekarang diperdebatkan adalah mengenai basisnya. SDGs menggunakan angka 2,15 PPP, purchasing power parity. Dan sekarang malah sudah naik lagi ke 2,35 ada juga dikenalkan multidimensional poverty index, tetapi karena cara mengindeks dan bobot kredirnya tidak ada kesepakatan, maka sementara Indonesia sendiri masih menggunakan angka 1,9, tapi jika kita naikkan ke angka 2,15 maka jumlah miskin ekstrem akan naik dari 4,77 juta jadi 6,7 juta," ujar Suharso

Sedangkan pada isu kesehatan, Indonesia menjadi negara ke-3 dengan kasus kusta terbanyak. Sebanyak 12.095 kasus baru per tahun. Begitu juga dengan Tuberculosis (TB) yang tercatat 969 ribu kasus baru per tahun, dan kasus Malaria yang tercatat 415.140 kasus baru per tahun.

“Soal kesehatan, kasus kusta kita tetap di nomor tiga tertinggi di dunia dengan 12 ribu kasus baru per tahun, kemudian di dekat Jakarta ini sudah muncul kasus kusta. Kemudian kasus baru TB mendekati satu juta per tahun, Ini akibat dari tes yang dilakukan secara gencar oleh Kemenkes sehingga angka yang dulu ngumpet, sekarang naik,” pungkasnya.

Baca juga: Menko tekankan pentingnya inovasi dalam penanganan kemiskinan ekstrem
Baca juga: Sri Mulyani targetkan angka kemiskinan turun ke level 6,5-7,5 persen
Baca juga: Menkeu: RI akan terus tingkatkan upaya mendorong pertumbuhan inklusif


Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023