Museum Basoeki Abdullah memiliki cara tersendiri untuk merawat sejumlah lukisan karya pelukis kenamaan itu, yaitu menggunakan roti tawar. Kepala bagian perawatan Museum Basoeki Abdullah, Arif Rahman di Jakarta mengatakan, semua lukisan yang ada di museum itu yang menggunakan cat minyak dirawat dengan menggunakan roti tawar. "Roti tawar ini digunakan untuk menyerap debu yang menempel," kata dia sambil mengusap sebuah lukisan terakhir Basoeki Abdullah yang berjudul "dari goresan Ibu Tien Soeharto". Menurut dia, cara penggunaan roti tawar untuk membersihkan debu di lukisan itu berbeda lap kain halus atau kuas lembut. "Roti tawar dipegang, kemudian dijalankan di permukaan lukisan. Tidak boleh ditekan, jadi cuma antara menempel dan tidak, nanti debu yang ada akan terserap," katanya menjelaskan. Setelah seluruh permukaan lukisan diusap dengan roti tawar sampai bersih, proses berikutnya adalah mengoleskan cairan kimia khusus untuk melindungi warna lukisan agar tidak pudar. Arif mengaku tidak tahu apakah perawatan lukisan seperti itu lazim dilakukan para kolektor lukisan maupun pelukis. "Saya tidak berani mengatakan apakah ini cara yang terbaik atau tidak, karena ini hanya mengikuti kebiasaan almarhum dalam memelihara lukisan-lukisannya," kata dia. Menurut Arif, semua lukisan cat minyak yang dirawat seperti itu, hingga kini masih dalam kondisi baik, bahkan tidak mengalami perubahan warna yang signifikan. "Warna lukisan kelihatan aslinya, tidak ada yang rusak," kata dia sambil menyentuh lukisan pemandangan karya pelukis kelahiran Solo 27 Januari 1915 itu. Sementara itu, menurut Edi Tompel, seorang pelukis di kawasan Gedung Kesenian Jakarta, perawatan dengan roti tawar memang unik karena tidak biasa dilakukan oleh pelukis. "Meskipun setiap pelukis memiliki cara sendiri, tapi biasanya tidak aneh-aneh. Paling pakai vernis untuk melindungi lukisan," katanya. Pelukis yang juga melayani perawatan dan perbaikan lukisan tua itu mengatakan, perawatan lukisan biasanya melihat kualitas kanvas dan menggunakan zat kimia. "Kanvas dari belakang kita lapisi larutan kimia tertentu biar tidak rapuh, karena semakin tua lukisan kanvasnya makin rapuh," katanya. Selain melindungi kanvas, menurut dia, langkah berikutnya adalah melindungi lukisannya agar tidak pecah atau pudar warnanya. "Ada beberapa pilihan larutan kimia untuk melindungi lukisan, masing-masing pelukis memiliki pilihan sendiri," katanya. Sebenarnya perawatan lukisan juga tergantung bahan lukisan yang akan dirawat dan tempat penyimpanannya, kata laki-laki ayah dua anak ini. "Kalau lukisan pak Bas kan sudah tua dan disimpan di ruangan ber-AC jadi perlu perawatan khusus," katanya. Setahun Dua Kali Arif Rahman, mengatakan perawatan lukisan yang disebut konservasi di Museum Basoeki Abdullah itu biasanya dilakukan dua kali dalam setahun. "Tapi kalau dipandang perlu, untuk lukisan yang kotor sekali karena debu, biasanya konservasi dilakukan tiga bulan sekali," kata dia. Konservasi terakhir dilakukan bulan Desember 2005 dan semuanya dibersihkan dengan menggunakan roti tawar. "Rencanannya bulan Juli mendatang akan dilakukan konsevasi lagi terhadap lukisan yang telah dipajang, dan biasanya melibatkan seluruh staf museum, kecuali bagian keuangan karena dia banyak kerjaan," lanjut Arif. "Untuk membersihkan lukisan berukuran 250 X 165 cm bisa menghabiskan 10-15 roti tawar," katanya. Lukisan karya pelukis berkacamata yang selalu mengenakan baret yang disimpan di tempat itu kini mencapai 123 lukisan. "Bisa dihitung habis berapa roti tawar kalau semua lukisan dibersihkan bersama-sama," katanya. Dari ratusan lukisan Pak Bas yang dikoleksi museum ini hanya 23 lukisan yang di pajang di dinding dalam ruangan. "Luas dinding museum tidak memugkinkan untuk memasang semua lukisan, jadi kita melakukan pergantian lukisan tiap tahun sekali," katanya. Selain menyimpan lukisan-lukisan karya Basoeki Abdullah, museum ini juga menyimpan barang-barang pribadi miliknya dan milik istrinya, seperti baju dan perhiasan. Museum itu juga menyimpan benda paling bersejarah di akhir hidup salah satu maestro pelukis Indonesia itu berupa sepucuk senapan. Senapan itu digunakan seorang pencuri untuk memukul kepala Basoeki Abdullah, saat si pencuri dipergoki sedang memasuki kamar sang pelukis itu, 5 November 1993. Basoeki Abdullah meninggal dunia akibat ulah pencuri tersebut.(*)

Pewarta: Fouri Gesang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006