Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani berharap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menghasilkan arahan konstitusional agar penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) menjadi lebih demokratis di tengah penantian publik atas gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka.

"Ini harapan saya, MK tidak kemudian secara sederhana katakanlah memutuskan apakah tetap (proporsional) terbuka atau menjadi tertutup, tetapi memberikan arahan nilai-nilai kontitusional pemilu agar demokrasi kita lebih baik," kata Arsul kepada wartawan selepas mengikuti Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Kamis.

Menurut Arsul, yang juga anggota Komisi III DPR RI, hal itu antara lain bisa diwujudkan dengan membuka ruang partisipasi rakyat yang lebih baik dalam pemilu.

Arsul merujuk pada isu yang kerap digaungkan, yakni perubahan atas ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang mensyaratkan 20 persen suara.

"Misalnya yang kita harapkan dari MK soal ambang batas (pencalonan) presiden, kita harapkan sehingga ketika nanti pada saatnya setelah Pemilu 2024 ada revisi UU Pemilu bisa dijadikan patokan," katanya.

Baca juga: KPU sebut putusan MK soal sistem pemilu tak ganggu tahapan Pemilu 2024
Baca juga: DPP PDIP: Pernyataan 8 parpol di DPR soal putusan MK pernik-pernik


Di sisi lain, Arsul mengingatkan bahwa delapan dari sembilan fraksi yang ada di DPR RI sudah menyatakan sikap dukungan agar sistem proporsional terbuka tetap diterapkan pada Pemilu 2024.

Kendati demikian, Arsul mengaku tidak masalah sistem mana pun yang mau diterapkan, tetapi ia menekankan bahwa putusan MK seharusnya lebih dari sekadar membahas sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.

"Kalau bagi saya sendiri sistem apa pun, terbuka atau tertutup sesungguhnya ada kekurangan dan kelebihan. Jadi bukan soal apakah kembali ke tertutup seperti dulu atau tetap terbuka seperti sekarang. Ada hal-hal yang kita harapkan MK lebih dari itu," ujarnya.

Perkara gugatan uji materi terhadap sistem proporsional terbuka dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu tercatat sebagai Nomor Registrasi 114/PUU-XX/2022 yang diterima MK pada 14 November 2022.

Perkara itu diajukan enam orang pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono sebagai Pemohon I, Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI telah menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS, sedangkan Fraksi PDI Perjuangan menjadi satu-satunya yang menginginkan penerapan sistem tersebut.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023