Jakarta (ANTARA) – Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr. Drs. Karjono Atmoharsono, S.H., M.Hum, mengajak berfikir kritis dan kreatif serta menekankan pentingnya Pembangunan Karakter Moral bagi pemimpin bangsa saat sebagai Keynote Speaker dalam Forum Mahasiswa Kedinasan Indonesia, dalam acara Kaderisasi Nasional yang diselenggarakan di Politeknik Statistika, Sabtu, (3/06).

“Berfikir Kritis dan kreatif artinya bersifat tidak lekas percaya, bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan dan tajam dalam penganalisisan serta memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan kecerdasan dan imajinasi,” ujarnya.

Pendidikan Kedinasan dalam PP 14/2010, pendidikan yang mengajarkan keahlian khusus. dan mahasiswa juga harus mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi yang telah dicanangkan sebelumnya oleh Menteri Pendidikan.

“Karakter pelajar Pancasila dan melalui konsep merdeka belajar, kita dapat melaksanakan kegiatan secara optimal," ungkapnya.

Karjono juga menekankan pentingnya memiliki daya ungkit dalam mencapai tujuan. Di Universitas Pertahanan, mata kuliah keagamaan diajarkan secara menyeluruh kepada mahasiswa berbagai agama sehingga diperoleh ilmu sejati, menumbuhkan toleransi dan menjunjung tinggi kerukunan umat beragama. 

“Keberagaman itu indah dan tidak boleh dibanding-bandingkan,” ujarnya.

Karjono berbagi nasihat tentang cara menjadi pemimpin yang baik, lebih baik ngomong kenceng salah dari pada diam betul, atau ngomong kenceng, cepat dan menguasai materi. Ia juga menekankan pentingnya memiliki kelebihan dibanding yang lain, atau memiliki daya ungkit, datang lebih awal dan pulang setelah temennya pulang.

Disisi lain survei dari Setara Institute, sekitar 83,3 % pelajar SMA beranggapan Pancasila dapat diubah padahal ideologi negara adalah ideologi yang harus dipertahankan. Contoh yang terjadi di Afganistan, Suriah, Irak, atau Myanmar di mana agamanya satu agama dan suku hanya beberapa suku antara 3 sampai 6 suku tetapi dari dulu perang tidak selesai, Sedangkan di Indonesia, beratus-ratus suku bangsa, agama beragam.

Hasil survei tersebut menunjukkan adanya kekhawatiran yang serius terkait pentingnya Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Hal ini disebabkan oleh penghapusan Tap MPR II/1978, Lembaga BP7 dibubarkan pada era reformasi dan penggantian UU Sisdiknas menghilangkan mata ajar Pancasila. “generasi milenial dipengaruhi Barat melalui media sosial. 

Pancasila mulai dihidupkan Kembali semasa Bapak Taufik Kiemas, Ketua MPR R.I dibentuklah empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945” Ujarnya, kemudian lembaga UKP PIP dan direvitalisasi menjadi BPIP. Saat ini telah lahir PP 4/2022 tentang Standar Pendidikan Nasional, di mana dalam PP tersebut terdapat ketentuan wajib mata ajar Pancasila mulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi. bahkan pendidikan formal untuk Pendidikan Informil maupun nonformal.

Bung Karno pada Pidato 1 Juni menawarkan Kalau Mau Pancasila, Kalau tidak Mau Tri Sila, atau Kalau Tidak mau Eka Sila, yaitu Gotong Royong, artinya inti sari Pancasila adalah Gotong Royong, Dalam bidang Ekonomi, Politik dan Budaya, Bung Karno juga mengajarkan ajaran Tri Sakti, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.

Terakhir, Karjono mengingatkan kita bahwa kita hidup di negara ini, negara yang memiliki ideologi Pancasila. Kita hidup di negara yang berbhineka, oleh karena itu harus dijaga kesatuan dan persatuan NKRI.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023