Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) Romo Benny Susetyo
menyatakan pesan damai dan harmoni perlu terus digaungkan, terlebih lagi pada perayaan Natal dan Tahun Baru.

"Di tengah keprihatinan atas insiden terorisme dan narasi intoleransi, semangat menebar kasih Tuhan menjadi penawar yang dibutuhkan masyarakat Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
 
Menurut dia, semangat perayaan Natal sejatinya bukan hanya seruan bagi umat Kristiani, tetapi bagi seluruh umat beragama dan masyarakat Indonesia secara luas.
 
Ia menjelaskan bahwa seluruh anak bangsa perlu menguatkan pentingnya kesadaran akan keberagaman dengan berusaha menghormati perbedaan.
 
“Bangsa ini sudah biasa dalam cara berpikir, bertindak, bernalar, dan berhubungan dengan menghargai perbedaan. Hal ini ditunjukkan ketika banyak masyarakat yang bergotong-royong menyelenggarakan perayaan hari besar keagamaan secara bersama-sama. Sikap masyarakat kita yang cenderung mudah membaur inilah yang mempengaruhi perilaku saling toleransi,” ujar Romo Benny.
 
Ia menilai, sikap toleransi yang merupakan budaya luhur bangsa Indonesia perlu terus dipupuk dan diperkuat. Dengan perilaku toleransi yang tinggi, ia yakin bangsa Indonesia pasti kebal dengan serangan paham radikal terorisme yang bertujuan ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 
"Paham radikal terorisme sejatinya tidak mengenal agama. Mereka hanya ingin menyebarkan ketakutan serta kebencian di antara manusia, terlebih lagi seperti pada perayaan Natal dan Tahun baru. Oleh karena itu, masyarakat perlu waspada dan bersatu melawan paham radikal terorisme," menurut Romo Benny.
 
Ia melanjutkan, walaupun seringkali masyarakat dilanda kekhawatiran akan potensi serangan terorisme menjelang Natal dan Tahun Baru, kekuatan ajaran cinta kasih dan perdamaian dalam diri masing-masing individu selalu bisa melahirkan optimisme dan suka cita. Cinta kasih adalah fitrah kehidupan manusia.
 
“Kita semua diciptakan untuk saling mencintai dan mengasihi, tanpa memandang perbedaan agama, suku, ras, atau latar belakang lainnya,” tuturnya.
 
Romo Benny menambahkan bahwa keragaman dan kemajuan di Indonesia sebenarnya tidak pernah mengalami masalah yang berarti.
 
Sayangnya, gesekan antar kelompok masyarakat seringkali disebabkan karena para elite politik yang memanipulasi perbedaan untuk kepentingan politik mereka.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjutnya, Pancasila dapat menjadi ideologi yang menyatukan segala perbedaan anak bangsa. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia yang terdiri dari 714 suku, etnis, dan ratusan agama serta budaya, tetapi semuanya dapat bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 
“Pancasila mampu menyatukan bangsa ini karena digali oleh Bung Karno dari bumi Indonesia. Pancasila akhirnya menjadi ideologi yang mempengaruhi cara berpikir, bertindak, dan berelasi kita. Meskipun kita berbeda agama, keyakinan, suku, profesi, atau ideologi, kita dapat bersatu karena memiliki ikatan kebangsaan yang satu, yaitu Pancasila,” tegas Romo Benny.
 
Dirinya juga menambahkan bahwa kolaborasi antar-umat beragama juga dibutuhkan. Kolaborasi ini tidak hanya untuk menjaga ketertiban umum dan rasa aman, tetapi juga untuk mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 
"Dalam sila keadilan sosial, masing-masing umat beragama harus berupaya mengatasi kesenjangan ekonomi dan sosial yaitu dengan kerja sama lintas golongan dan kepercayaan," jelasnya.
 
Romo Benny menerangkan bahwa penafsiran teks keagamaan haruslah bersifat inklusif, bukan eksklusif. Dengan begitu, umat beragama dapat menghargai semua hari besar keagamaan karena di dalamnya terdapat kebajikan bagi semua.

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023