MoU dimaksud untuk mempercepat proses transisi perusahaan-perusahaan di ASEAN untuk membantu perusahaan Jepang dalam mencapai target-target aksi perubahan Iklimnya.
Jakarta (ANTARA) -
ASEAN Business Advisory Council (ASEAN BAC) bersama Japan External Trade Organization (JETRO) menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk mendorong percepatan target aksi perubahan iklim.
 
Penandatanganan MoU dilakukan oleh Ketua ASEAN BAC yang juga adalah Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid dengan Chairman JETRO Ishiguro Norihiko dalam rangkaian Pembukaan ASEAN Japan Business Week 2023 (AJBW 2023) di Tokyo, Jepang, Senin.
 
“MoU dimaksud untuk mempercepat proses transisi perusahaan-perusahaan di ASEAN untuk membantu perusahaan Jepang dalam mencapai target-target aksi perubahan Iklimnya,” kata Penanggung Jawab ASEAN Net Zero Hub Muhammad Yusrizki dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Baca juga: ASEAN-BAC mengajak pengusaha Inggris investasi wujudkan netral karbon
 
Melalui MoU itu, kolaborasi kedua institusi ini tidak hanya menyangkut kerja sama dalam membuat pusat pengetahuan untuk perusahaan-perusahaan ASEAN tetapi juga melakukan langkah-langkah konkret dalam proses dekarbonisasi industri, khususnya dengan memberikan asistensi pada perusahaan-perusahaan untuk membuat rencana transisi yang kredibel dan pengenalan pada teknologi rendah karbon seperti efisiensi energi dan energi baru terbarukan (EBT).
 
Selain itu, kedua institusi juga bersepakat untuk mengembangkan riset dan pengembangan jaringan serta “business matching” antara perusahaan Jepang dan perusahaan setiap negara ASEAN.
 
Masih dengan semangat tema “ASEAN Matter: Epicentrum of Growth”, kehadiran MoU ini diharapkan bisa diikuti oleh negara-negara mitra ASEAN lainnya, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris, China, dan lain-lain.
 
Dengan demikian, ASEAN akan tetap menjadi pusat pertumbuhan dunia di tengah-tengah dinamika perubahan Iklim yang juga direspons oleh dunia bisnis.

Baca juga: BNPB: Perubahan iklim berpotensi picu kejadian bencana
 
Yusrizki menyebut tanpa ada kawasan ASEAN yang ‘climate resilience’, cita-cita ASEAN untuk menjadi Epicentrum of Growth akan sulit terwujud.
 
Banyak negara dan kawasan ekonomi di dunia sudah lebih dahulu bergerak ke arah itu, misalnya Uni Eropa dengan kebijakan perdagangannya yang disebut “Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM)” cepat akan lambat memberikan dampak signifikan pada ekspor kawasan ASEAN ke Uni Eropa.
 
“Kalau kita masih mau lihat ASEAN tetap melakukan perdagangan dengan kawasan atau negara-negara partner-nya di masa depan,  pelaku usaha di ASEAN harus bergerak ke arah yang sama, yaitu Net Zero Emission,” tegas Yusrizki.
 
Ketua Kadin Net Zero Hub itu menerangkan, perubahan iklim yang sudah menjadi tantangan global tidak luput dari perhatian Jepang dan ASEAN dalam membangun kolaborasi guna menuju kawasan ASEAN yang rendah karbon.
 
“Keberlanjutan (sustainability) dan Net Zero adalah satu-satunya jalan (pathway) bagi ASEAN untuk tetap tumbuh dan menjadi kekuatan ekonomi ke depan di tengah-tengah disrupsi ekonomi akibat dari perubahan iklim," katanya.

Baca juga: Kendaraan listrik percepat era nol emisi karbon
 
Yusrizki pun menyebut semua negara di ASEAN harus berkolaborasi untuk membangun Ekosistem Net Zero Emission (NZE) di kawasan ini untuk dapat membuat semua perusahaan di ASEAN memulai perjalanannya menjadi perusahaan net zero sebagaimana arti penting pembentukan ASEAN Net Zero Hub (NZH).
 
 
 
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023