Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa pagi, merosot menjadi Rp9.455/9.460 (Pkl 09.45), dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya pada posisi Rp9.405/9.440 per dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 50 poin. "Rupiah makin terpuruk hingga di level Rp9.450 dolar AS, menyusul makin besarnya tekanan jual terhadap mata uang lokal itu," kata analis valas PT Bank Panin Tbk, Jasman Ginting, di Jakarta, Selasa. Menurut dia, rupiah makin tertekan pasar, setelah eksportir Jepang masih memburu dolar AS yang berencana akan segera melepasnya pada tingkat Rp9.500 per dolar AS menjelang bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan tingkat suku bunganya pada bulan ini. The Fed kembali akan menaikkan suku bunga Fed fund untuk mengantisipasi kecenderungan inflasi yang menguat, katanya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi AS, menurut dia, sebenarnya merupakan peluang pasar yang positif untuk rupiah menguat, namun mata uang lokal itu sampai saat ini terus turun. Padahal negara Paman Sam itu, katanya, masih dilanda dengan masalah defisit transaksi berjalan AS pada April 2006 yang mencapai 63,4 miliar dolar AS, meski agak turun dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 65 miliar dolar AS, katanya. Euro terhadap dolar AS turun menjadi 1,2590 dari sebelumnya 1,2565, terhadap yen 114.30 dari sebelumnya 114,40 dan euro terhadap yen jadi 143,95. "Penurunan rupiah terhadap dolar AS, juga karena tekanan dari pasar saham Asia yang cenderung merosot, seperti indeks Nikkei turun dua persen dan indeks KOSPI turun 2,6 persen," katanya. Rupiah, menurut dia, masih ada peluang untuk menguat, apalagi rencana Washington yang menginginkan dolar AS melemah, untuk menekan defisit transaksi berjalan AS yang masih tetap tinggi. "Kami mengharapkan ada perubahan di pasar global yang bisa memicu rupiah kembali menguat, meski bank sentral AS akan kembali menaikkan suku bunganya untuk ke 17 kali menjadi 5,25 persen," katanya. Tak perlu dikhawatirkan Pelemahan rupiah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena pergerakan rupiah sejalan dengan mata uang secara global. Dolar AS menguat terhadap semua mata uang, kalau mata uang global yen, euro itu melemah, secara regional kita ikut di situ, kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aslim Tajuddin. Kondisi perubahan nilai tukar saat ini bagi negara-negara 'emerging markets' seperti Indonesia sangat dipengaruhi faktor 'capital flows' yang kebanyakan jangka pendek. "Kita harus mencermati perkembangan ini. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bahwa memang penguatan mata uang di negara emerging markets lebih disebabkan faktor capital flows yang sebagian besar short term, katanya. BI, lanjutnya, akan menjaga pergerakan volatilitas nilai tukar rupiah agar tidak terlalu tajam, dengan selalu memonitor pergerakan rupiah di pasar, katanya. "Kita selalu berada di pasar. Kita akan lakukan intervensi apabila diperlukan untuk mengurangi volatilitas," katanya. Keyakinan rupiah akan kembali menguat, lanjut Aslim, juga ditunjang besarnya cadangan devisa yang sudah mencapai 44 miliar dolar AS. (*)

Copyright © ANTARA 2006