Kalau kita bicara mengenai genjot investasi di tahun politik, dari pengalaman kita tidak bisa hanya melihat kondisi politik karena kita banyak mengundang investasi asing, maka kondisi global juga harus menjadi perhatian kita
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut kondisi global juga harus menjadi perhatian selain tahun politik terkait pengaruh investasi di Indonesia.

"Kalau kita bicara mengenai genjot investasi di tahun politik, dari pengalaman kita tidak bisa hanya melihat kondisi politik karena kita banyak mengundang investasi asing, maka kondisi global juga harus menjadi perhatian kita," ucap Deputi Bidang Hilirisasi Strategis Kementerian Investasi/BKPM Heldy Satrya Putera saat menjadi pembicara kunci dalam acara "Genjot Investasi di Tahun Politik" di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa dinamika global ini sering mengancam perekonomian dunia dan hal tersebut akan berpengaruh dengan arus investasi asing.

Misalnya, lanjut Heldy, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, pandemi COVID-19, perang Rusia-Ukraina hingga krisis energi dan pangan.

"Kita menyiapkan berbagai macam antisipasi tiba-tiba muncul pandemi COVID-19 masalah kesehatan tetapi ternyata juga pengaruh ke ekonomi dan investasi. Kemudian perang Rusia dengan Ukraina, krisis energi ini ternyata mempengaruhi bagaimana arus investasi sehingga sekarang ini bukan hanya masalah politik saja kalau dinamika global itu juga terjadi dan menggoncang perekonomian. Walaupun politik kita baik-baik saja nanti tetap arus investasinya juga akan berpengaruh besar," ujar Heldy.

Ia mencontohkan berdasarkan laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang menyebut bahwa pada 2020, investasi asing turun 30-40 persen.

"Kita tahu bagaimana ekonomi di saat pandemi semua negatif, begitu juga investasi dari laporan UNCTAD pada tahun 2020 investasi asing itu turun 30-40 persen. Dalam data kami di tahun 2020, FDI (foreign direct investment) itu minus 2,4 persen tetapi kami datanya itu di luar minyak dan gas dan sektor keuangan," kata Heldy.

"Jadi, kalau secara keseluruhan kita masih d bawah 10 persen, artinya kita minus juga FDI-nya di tahun 2020 tetapi secara keseluruhan di 2020, kita masih positif pertumbuhan investasinya," lanjut dia.

Selain itu, ia mengatakan bahwa hiperinflasi ternyata juga mempengaruhi arus investasi, di mana negara-negara di dunia, termasuk AS membuat kebijakan-kebijakan untuk menekan inflasi.

"Bagaimana negara-negara lain pada saat mereka me-recover negaranya itu mereka membuat policy-policy untuk mengejar investasi juga. Jadi, investasi itu tidak hanya dikejar oleh negara-negara berkembang tetapi negara-negara maju pun sekarang mereka berlomba mengejar investasi ke negara mereka," ujar Heldy.

Dalam kesempatan itu, ia pun menampilkan data mengenai pertumbuhan investasi di Indonesia pada saat COVID-19.

"Jadi, pada saat COVID-19, FDI-nya minus tetapi domestiknya kita cukup baik sehingga secara total kita bisa menjaga pertumbuhan positif 2,1 persen," kata dia.

Kemudian pada 2021, ucap dia, pertumbuhan investasi meningkat menjadi 9 persen dan pada 2022 meningkat signifikan menjadi 34 persen.

"Jadi mereka (investor) yang menunda, masuk di 2022 kemarin, yang memang sebelumnya mereka sudah punya rencana tetapi karena COVID-19 bukan hanya mereka masalah ekonominya tetapi pergerakan manusia pada saat COVID-19 juga kan terhambat sehingga mereka tidak masuk ke negara kita, bahkan mereka tidak bisa keluar dari negara mereka seperti Tiongkok," ujarnya.

Baca juga: Kementerian Investasi menjamin kemudahan investasi di IKN
Baca juga: Tiga kontrak bagi hasil migas dengan investasi 22,7 juta dolar diteken
Baca juga: Bahlil tegaskan pentingnya sinergi jaga stabilitas di tahun politik

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023