Wong NU ini bukan parpol ... tidak dalam posisi untuk memberikan dukungan politik
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menegaskan independensi dan netralitas NU dalam pemilu tidak pernah berubah sejak pembentukan organisasi kemasyarakatan (ormas) itu di tahun 1926.

"Ya, NU sebagai institusi masih di posisi itu (sesuai titah 1926), karena ini keputusan resmi muktamar yang tidak pernah dianulir,, tidak boleh sebagai institusi (memihak)," kata Yahya Cholil Staquf usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.

Pria yang akrab disapa Gus Yahya itu menyampaikan pada prinsipnya NU merestui segala hal yang bertujuan untuk kemaslahatan bangsa, termasuk soal pemilu.

Yahya juga menekankan bahwa NU bukan partai politik, sehingga tidak dalam posisi untuk mengajukan bakal calon untuk pemilu. Namun, lanjutnya, NU mempersilakan apabila ada partai politik yang ingin mengusung kader NU sebagai calon dalam Pemilu 2024.

Baca juga: Gus Yahya: Bacawapres NU bukan urusan kami

Mengenai dukungan terhadap kader NU yang diusung partai politik, Yahya menegaskan pihaknya tidak dalam posisi untuk memberikan dukungan politik kepada pihak-pihak tertentu.

"Ya, dukungannya dukungan apa? Wong NU ini bukan parpol. Saya berapa kali sampai teriak-teriak tentang ini. NU bukan parpol, NU tidak dalam posisi untuk memberikan dukungan politik," tegasnya.

Menurut dia, satu-satunya hal yang dilakukan NU terkait pemilu saat ini adalah berusaha sekuat tenaga untuk ikut menjaga masyarakat tetap tentram dan harmonis selama tahapan pesta demokrasi berlangsung.

"Satu-satunya yang akan dilakukan NU adalah berusaha sekuat tenaga ikut menjaga supaya masyarakat tetap tentram, tetap harmonis, tidak terjadi antagonisme, tidak terjadi permusuhan antarkelompok gara-gara agenda politik," jelasnya.

Baca juga: NU-Muhammadiyah sang penjaga moralitas (2024)

NU akan terus menyampaikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pemilu hanya sebuah prosedur rutin untuk menentukan kepemimpinan ke depan.

"Kalau sudah selesai prosedur ini, ya siapa pun yang terpilih, siapa pun yang menjadi pemerintah, ya, itu adalah pemerintah dari seluruh rakyat Indonesia, harus di dukung, harus ditaati. Kami tidak perlu meneruskan antagonisme di antara pendukung yang berbeda-beda," katanya.

Dia mengatakan pemilu bukanlah sebuah ajang jihad fisabilillah atau perang badar mengenai hidup dan mati.

"(Pemilu) Ini cuma soal prosedur untuk menentukan pejabat pemerintah, dalam hal ini adalah presiden dan juga legislatif. Saya kira itu saja," ujar Gus Yahya.

Baca juga: PBNU gagas forum dialog antaragama dalam Keketuaan ASEAN

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023