Kolombo (ANTARA News) - Sri Lanka telah gagal memenuhi janji menyelidiki pelanggaran HAM serius dan tuduhan bahwa ribuan warga sipil tewas pada tahap-tahap akhir perang etnik di negara itu, kata PBB dalam sebuah laporan.

Laporan para ahli HAM itu mendapati bahwa penyelidikan oleh pemerintah setempat tidak meyakinkan dan tidak independen serta bersifat memihak.

Laporan itu, yang dilihat oleh AFP pada Rabu, diajukan ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) pada Senin.

"Langkah-langkah yang diambil untuk menyelidiki tuduhan kejahatan pelanggaran serius HAM tidak meyakinkan dan tidak independen serta bersifat memihak," kata laporan itu.

Dokumen tersebut, yang disusun oleh para ahli yang mengunjungi Sri Lanka pada September, meminta pemerintah membentuk "mekanisme pencarian kebenaran" untuk "peradilan transisi" di sebuah negara yang baru bangkit dari konflik etnik hampir empat dasawarsa.

Menurut dokumen itu, pelanggaran HAM berat, termasuk pembunuhan 17 pekerja bantuan dari yayasan amal Prancis pada Agustus 2006, tidak diselidiki meski pemerintah telah berjanji segera membawa pelakunya ke pengadilan.

Juga tidak ada transparansi dalam penyelidikan militer atas klaim mengenai pembunuhan tanpa persidangan selama tahap-tahap akhir perang.

Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.

Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.

Pada September 2011, Amnesti Internasional yang berkantor di London mengutip keterangan saksi mata dan pekerja bantuan yang mengatakan, sedikitnya 10.000 orang sipil tewas dalam tahap final ofensif militer terhadap gerilyawan Macan Tamil pada Mei 2009.

Pada April 2011, laporan panel yang dibentuk Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mencatat tuduhan-tuduhan kejahatan perang yang dilakukan kedua pihak.

Sri Lanka mengecam laporan komisi PBB itu sebagai "tidak masuk akal" dan mengatakan, laporan itu berat sebelah dan bergantung pada bukti subyektif dari sumber tanpa nama.

Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013