Jakarta (ANTARA) - Managing Partner Bareksa Prioritas Jimmy Teh merekomendasikan investor untuk masuk bertahap ke reksadana saham serta reksadana indeks bagi investor dengan profil risiko agresif dan jangka panjang.

Pasalnya, reksadana saham dan indeks saham mungkin mendapat dorong positif tidak hanya dari global tetapi juga dari domestik.

"Sebab, data inflasi Indonesia masih terkendali dan menjadi tambahan obat kuat untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)," ujar Jimmy dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.

Selain itu, Jimmy juga menyarankan investor high net-worth individuals (HNWI) untuk melakukan diversifikasi di reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi negara.

Hal tersebut karena reksadana itu berpotensi diuntungkan dari optimisme suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan turun lebih cepat setelah inflasi Mei 2023 menurun ke rentang target BI di level 4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Sementara untuk investor yang konservatif dan ingin menjaga likuiditas masih perlu melakukan diversifikasi pada produk reksadana pasar uang. Jenis reksadana ini bisa menjadi bantalan ketika pasar bergerak volatil dan bisa memberikan likuiditas untuk jangka pendek.

Chief Investment Officer Jagartha Advisors Erik Argasetya menambahkan, terdapat potensi di pasar saham bagi investor yang mempunyai horison investasi jangka panjang.

"Biasanya katalis di bulan Juni dapat terjadi dari efek mini window dressing dimana banyak pula emiten yang melakukan tutup buku di pertengahan tahun," kata Erik.

Window dressing adalah strategi yang dilakukan oleh manajer investasi maupun perusahaan terbuka untuk mempercantik portofolio atau performa laporan keuangan sebelum ditampilkan kepada para pemegang saham.

Memasuki bulan Juli, lanjut Erik, investor akan mulai mencermati dari musim dirilisnya laporan keuangan kuartal kedua atau semester pertama. Selain itu, perusahaan dengan kinerja keuangan yang baik biasanya akan mengumumkan dividen interim pada pertengahan tahun.

"Tentunya ini dapat menjadi sentimen positif bagi pasar saham, khususnya yang berkapitalisasi besar," ucap dia.

Di samping itu, ia menambahkan, dari sentimen global, para pelaku pasar sedang menantikan arahan dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve terkait puncak dari suku bunga acuan AS. Kebijakan moneter diperkirakan akan dilonggarkan mempertimbangkan perlambatan ekonomi dan penurunan laju inflasi.

Faktor global lainnya yakni kesepakatan batas atas utang negara AS di Kongres. Dengan terjadinya kesepakatan antara Presiden dan Kongres, satu ketidakpastian akan hilang dan menjadi sentimen positif bagi pasar saham.

Baca juga: Bareksa: Valuasi IHSG yang relatif murah bisa jadi peluang masuk
Baca juga: OJK terbitkan aturan baru guna perkuat pengelolaan reksa dana
Baca juga: Mansek: Obligasi ritel akan resilien seiring naiknya investor domestik

 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023