Mereka takut kalau partainya tidak bisa memenuhi syarat atau tidak lolos ambang batas tersebut, karena itu untuk mengantisipasinya mereka pindah,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Politik Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menilai maraknya kader yang berpindah parpol dipicu oleh ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen. 

"Mereka takut kalau partainya tidak bisa memenuhi syarat atau tidak lolos ambang batas tersebut, karena itu untuk mengantisipasinya mereka pindah," katanya di Jakarta, Jumat.

Ray mengatakan perpindahan tersebut semakin marak terlebih didukung peraturan internal parpol yang kurang mengikat.

"Jadi, tidak ada beban bagi mereka untuk melepas amanatnya, malah justru menguntungkan," katanya.

Menurut dia, ideologi partai semakin terkikis, sehingga tidak cukup membuat kukuh kader bertahan dalam parpol.

"Yang dipikirkan hanya rasionalisme politik, ideologinya tidak ada," katanya.

Dia menambahkan kondisi internal parpol yang naik turun juga menyebabkan kader tergoda untuk pindah.

Ray menyarankan seharusnya parpol memiliki aturan yang mengikat, sehingga kader tidak berhenti di tengah jalan.

"Persyaratan untuk mencegah ini tidak ada. Paling hanya penjelasan moral dan itu pun kurang," katanya.

Menurut dia, kode etik, pakta integritas dan aturan yang mengikat lainnya perlu diperketat lagi.

Dia juga mengatakan seharusnya parpol memiliki catatan prestasi bagi kader-kadernya agar berpikir kembali jika akan mundur dari partai.

Pernyataan tersebut menanggapi maraknya perpindahan parpol bagi kader menjelang bursa pencalegan Pemilu 2014.

Mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purnawirawan) Endriartono Sutarto, menegaskan diri telah merapat ke Partai Nasdem, partai yang didirikan dan dibesarkan pemilik salah satu media massa Surya Paloh.

Selain itu, baru-baru ini Partai Nati Nurani Rakyat (Hanura) merelakan Akbar Faisal keluar pindah ke Partai Nasional Demokrat (Nasdem).

Keluarnya dari Hanura kemudian bergabung ke Nasdem merupakan pilihan politik Akbar Faisal dan Partai Hanura merasa tak kuasa untuk melarangnya.

(J010/N002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013