Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan pelemahan Rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan sore ini masih dipengaruhi oleh sikap The Fed di Federal Open Market Committee (FOMC) yang diperkirakan masih akan hawkish sepanjang 2023.

"Pengaruh FOMC diperkirakan tidak terlalu lama sampai adanya rilis data-data ekonomi China dan mitra dagang lainnya," ungkap dia ketika ditanya Antara, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, data-data ekonomi China diperkirakan akan membaik dibanding periode sebelumnya.

"Jika melihat dari sisi domestik, pelaku pasar akan mengamati hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan depan dan pertumbuhan kredit perbankan," ucapnya.

Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menerangkan Bank Sentral AS telah memberikan sinyal tidak ada pemangkasan suku bunga tahun ini. Target suku bunga acuan yang berada di angka 5,6 persen dikatakan akan mengalami 1-2 kali kenaikan.

"Ini tidak seperti yang diekspektasikan sebagian pelaku pasar yang mengharapkan sinyal pemangkasan dari the Fed," ungkap Aris.

Meskipun data inflasi menurun, Bank Sentral melihat inflasi intinya masih mendatar, yang berarti risiko inflasi naik kembali masih terbuka.

Chair of the Federal Reserve of the United States Jerome Powell dinyatakan memberikan penegasan bahwa inflasi yang rendah dan stabil sangat penting bagi perekonomian Amerika.

"Oleh karena itu, dolar AS berpeluang menguat lagi terhadap nilai tukar lainnya termasuk Rupiah hari ini," kata dia.

Pada penutupan perdagangan hari ini, Rupiah melemah hingga 0,32 persen atau 48 poin menjadi Rp14.954 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.906 per dolar AS.

Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp14.926 per dolar AS hingga Rp14.970 per dolar AS
 

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023