Jakarta (ANTARA) -
Penanggung jawab Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Komisi Informasi Pusat (KIP) Rospita Vici Paulyn mengatakan bahwa IKIP bukanlah ajang kompetisi, melainkan potret keterbukaan informasi di masing-masing provinsi dan daerah sehingga pelaksanaannya harus objektif.   
 
"Masih ada pola pikir di provinsi bahwa ini adalah kompetisi. Informan ahli di daerah yang kami minta untuk dipilih seharusnya orang-orang terpercaya karena terdiri dari unsur badan publik, pelaku usaha, dan masyarakat, jadi sebaiknya bisa memberikan penilaian yang objektif," kata Rospita saat ditemui pada Forum IKIP di Pullman Hotel, Central Park, Jakarta Pusat, Kamis.
 
Rospita mengatakan, fakta yang terjadi di lapangan masih ada daerah yang mengatur informan ahli untuk menaikkan nilai IKIP.
 
"Ini menjadi catatan yang kami sampaikan kepada daerah, seharusnya pelaksanaan survei ini bisa dilakukan secara objektif, untuk daerah-daerah yang sudah benar pelaksanaannya maka kami apresiasi, tetapi untuk daerah-daerah yang sebagian masih melakukan intervensi, menjadi catatan bagi kami," tegasnya.
 
Untuk itu, Ia berharap provinsi tidak perlu berlomba-lomba memperoleh nilai tertinggi, melainkan terus fokus pada penyediaan data dan fakta yang relevan, serta penilaian yang objektif agar hasilnya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan kepada publik, karena hasil IKIP juga dapat digunakan sebagai rujukan indeks-indeks komposit lainnya seperti Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).  
 
Rospita juga menyatakan bahwa KI Pusat akan menyerahkan hasil IKIP kepada Presiden selaku kepala pemerintahan agar membuat kebijakan berupa hukuman pada daerah yang belum melaksanakan keterbukaan informasi publik dengan benar.  
 
"Kami meminta perhatian dari presiden, seharusnya ada hukuman bagi kota, kabupaten, atau provinsi yang tidak melaksanakan keterbukaan, karena keterbukaan menjadi kewajiban dan perhatian utama untuk tata kelola pemerintahan yang baik," tutur dia.  
 
Ia mengatakan, hasil IKIP ini akan dilaporkan kepada presiden sekitar bulan Juli mendatang sebagai landasan pidato kenegaraan 17 Agustus.  
 
Senada dengan Rospita, Komisioner Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik (Reglik) KIP Gede Narayana mengatakan bahwa menurut Undang-Undang (UU), keterbukaan informasi publik adalah kunci dari tata kelola pemerintahan yang baik.
 
"Menurut UU, salah satu tujuan keterbukaan informasi publik adalah tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance, jadi dampaknya kalau tidak transparan, tidak akan terjadi tata kelola yang baik pada pemerintah daerah tersebut," kata Gede.
 
Dia juga menegaskan, IKIP selama ini sudah dijalankan melalui proses yang transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
 
"Dari awal kami sudah bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), tetapi nilai KIP di Indonesia saat ini masih 70. Dari 34 provinsi, hanya lima provinsi yang berada pada kategori baik, sisanya pada kategori sedang dan rendah, jadi perlu ditingkatkan," ujar dia.  
 
Ia berharap keterbukaan informasi publik ini bisa menjadi prioritas pemerintah pusat dan daerah.
 
"Kami berharap bahwa keterbukaan ini menjadi program prioritas dari pemerintah, karena nadinya pemerintah adalah transparansi," ucapnya.
 
Hasil IKIP 2023 mencatatkan tiga provinsi terendah hasil IKIP 2023 berada pada Maluku Utara 67,13 poin, Papua Barat 64,86 poin dan Maluku 60,29 poin.
 
Sementara, lima provinsi dengan skor tertinggi yakni Jawa Barat 84,43 poin, Riau 82,43 poin, Bali 81,86 poin, Nusa Tenggara Barat (NTB) 81,81 poin, dan Nanggroe Aceh Darussalam 81,27 poin. Skor ini masuk pada kategori baik.

Baca juga: Indeks Keterbukaan Informasi Publik 2023 capai 75,40 poin

Baca juga: KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik butuh komitmen pemda

Baca juga: Wakil Ketua KIP: Keterbukaan informasi publik adalah jantung demokrasi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023