Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan pengujian UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan oleh seorang guru pembimbing privat bidang Matematika, Pungki Harmoko.

"Mengkabulkan penarikan kembali permohonan pemohon," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan di Jakarta, Selasa.

Mahfud mengatakan bahwa dengan penarikan kembali ini, maka pemohon tidak dapat mengajukan permohonan kembali dengan pokok permohonan yang sama.

Seperti diketahui, Pungki Harmoko menguji UU Tipikor ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai ketentuan pidana yang diatur dalam UU itu tidak efektif dan tidak menimbulkan efek jera bagi para koruptor.

"Sanksi yang terdapat dalam UU Pemberantasan Tipikor secara keseluruhan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi. Fakta di lapangan korupsi makin tambah parah, sudah masuk ke dunia Pendidikan, Kementerian Agama, dan lain-lain," kata Pungki, saat sidang pemeriksaan pendahuluan, Jumat (7 September 2012).

Menurut Pungki keberadaan ketentuan hukum yang disertai sanksi seharusnya mampu menjaga setiap warga negara dan melindunginya agar secara sadar mereka takut untuk melanggarnya. Namun, kenyataannya sanksi pelaku tipikor dinilai masih ringan, bahkan masih dikenakan hukuman denda.

"Seharusnya para koruptor bisa diberikan hukuman seberat-beratnya hingga hukuman mati. Hal ini tidak tercermin dalam UU Pemberantasan Tipikor yang hanya memberikan hukuman ringan kepada pelaku korupsi," katanya.

Dalam permohonan ini, Pungki tidak memohon pengujian terhadap pasal-pasal tertentu dalam UU Pemberantasan Tipikor, namun membenturkan UU Pemberantasan Tipikor dengan UUD 1945, khususnya norma yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Menurut pemohon, UU Pemberantasan Tipikor itu tidak sesuai dengan alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. "UU Pemberantasan Tipikor itu tidak dapat lagi membuat jera, dan mengarahkan bangsa ini ke dalam jurang kehancuran," katanya.

Untuk itu, Pungki meminta MK menyatakan UU Tipikor dibatalkan.
(ANT)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013