tuntutan kompensasi telah disetujui pihak perusahaan
Suka Makmue (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Aceh Barat memastikan seluas 60 hektare lahan sawah petani di Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, kabupaten setempat mengalami kekeringan setelah hilangnya sumber air akibat aktivitas sebuah perusahaan tambang batu bara di kawasan tersebut.

“Hasil pengecekan yang kami lakukan, memang benar sekitar 60 hektare lahan sawah masyarakat kini telah hilang sumber air karena timbunan aktivitas sebuah perusahaan tambang batu bara,” kata Kepala DLHK Kabupaten Aceh Barat, Bukhari kepada ANTARA di Meulaboh, Sabtu.

Ia menyebutkan, hilangnya sumber air di sawah milik masyarakat Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat ditemukan setelah DLHK melakukan peninjauan secara langsung ke lokasi yang dilaporkan oleh masyarakat.

Menurutnya, hilangnya sumber air di sawah masyarakat akibat akibat penimbunan di kawasan Geunang Krueng Neubok, Kecamaan Meureubo, Aceh Barat, sehingga sumber air yang selama ini mengairi sawah petani telah tertutup timbunan tambang batu bara.

Baca juga: DLHK Aceh Barat telusuri dampak lingkungan terkait tambang batu baraBaca juga: Aktivis : selamatkan terumbu karang dari limbah PLTU batu bara

Meski sebelumnya sempat menimbulkan protes dari masyarakat dan petani, namun persoalan tersebut saat ini telah diselesaikan secara musyawarah dan mufakat antara masyarakat, aparatur desa dengan manajemen perusahaan tambang, untuk melakukan pergantian sumber air petani.

“Jadi, pihak perusahaan mengaku siap bertanggungjawab untuk menciptakan sumber air baru ke sawah masyarakat, dengan membangun sumur bor,” kata Bukhari menambahkan.
Sebuah bekas genangan air yang diduga telah tertimbun akibat aktivitas pertambangan batu bara di Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, kabupaten setempat yang diduga kuat menyebabkan hilangnya sumber air 60 hektare di sawah milik masyarakat setempat, Sabtu (17/6/2023). ANTARA/HO-Dok DLHK Aceh Barat


Karena sudah ada kesepakatan antara masyarakat dan pihak perusahaan, DLHK Aceh Barat sejauh ini belum bisa memberi sanksi tegas kepada pihak perusahaan, terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penimbunan tanah di sekitar lokasi tambang batu bara di Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.

Bukhari mengakui sanksi tersebut belum bisa diberikan oleh pemerintah daerah, karena masyarakat, bersama aparatur desa telah menyepakati menyelesaikan persoalan tersebut dengan pembangunan sumur bor guna mengganti sumber air sawah yang hilang.

Selain itu, pihak perusahaan juga siap memberikan kompensasi kepada masyarakat yang sepanjang tahun 2023, karena dampak hilangnya sumber air sehingga petani tidak bisa turun ke sawah.

“Masyarakat telah sepakat bahwa tidak mau mengganggu investasi, namun harus ada kompensasi akibat persoalan hilang sumber air ini, dan tuntutan kompensasi tersebut telah disetujui pihak perusahaan tambang batu bara sebagai bentuk tanggungjawab pihak perusahaan,” demikian Bukhari.

Bukhari menjelaskan, saat ini terdapat sejumlah perusahaan yang telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah di Kabupaten Aceh Barat, diantaranya seperti PT Mifa Bersaudara, PT Agrabudi Jasa Bersama, PT Nirmala Coal Nusantara, PT Prima Bara Mahadana, PT. Bara Adhipratama, PT. Surya Makmur Indonesia, serta PT. Indonesia Pacific Energy.

Sedangkan perusahaan yang sudah aktif melakukan eksploitasi yaitu PT Mifa Bersaudara dan PT Agrabudi Jasa Bersama yang sudah mulai beroperasi untuk melakukan aktivitas pertambangan batu bara.

Baca juga: Bappenas singgung dampak pensiun PLTU terhadap ekonomi daerah
Baca juga: Greenpeace: tambang bisa merusak bentang alam Kalimantan Selatan
Baca juga: Studi: PLTU batubara sebabkan 6.500 kematian dini per tahun

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023