"Dari hasil penelitian kami di lapangan diketahui, 90 persen produk air isi ulang itu tidak layak dikonsumsi atau langsung diminum," kata Dosen Fakultas Teknik Unhas ini di Makassar, Sabtu.
Menurut dia, kondisi itu harusnya dapat disikapi pihak pengambil kebijakan atau pemberi izin untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kualitas air isi ulang yang diperjualbelikan ke masyarakat.
Dia mengatakan air yang siap langsung dikonsumsi selain memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKESPER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, juga harus dijamin bebas dari bakteri Escherichia coli (E-coli).
Baca juga: KAI Jakarta sediakan fasilitas isi ulang air minum untuk pemudik
Baca juga: Tarik ulur galon isi ulang, antara isu kesehatan dan persaingan bisnis
Karena itu, lanjut dia, idealnya pemberi izin usaha bersama petugas kesehatan melakukan pengecekan secara berkala untuk memastikan kualitas air yang diproduksi depot air minum yang ada di kota ini.
"Pasalnya, selama ini masyarakat yang membeli air isi ulang sudah memberikan kepercayaan bahwa air itu siap minum. Sementara tidak ada jaminan akan kualitas air yang dibeli," katanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ia berharap agar pemerintah memberikan perhatian dan peninjauan kembali kualitas air produk depot yang ada di Makassar.
Hal itu untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan pada warga akibat kualitas air yang dikonsumsi tidak sesuai standar kesehatan.
Apalagi saat ini, pemerintah tengah gencar-gencarnya menurunkan angka prevalensi stunting, yang salah satu penyebab stunting terjadi pada anak, karena pengaruh kualitas air di lapangan.*
Baca juga: Wali Kota Jaktim instruksikan Sudinkes awasi depot air isi ulang
Baca juga: Pakar: Regulasi penggunaan galon air isi ulang perlu segera ditetapkan
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023