Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku belum menerima surat Perdana Menteri Australia John Howard yang berisi permintaan agar Indonesia mengawasi Ustaz Abu Bakar Ba`asyir kendati pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia itu telah bebas dari hukuman penjara sekitar 2,5 tahun. Pengakuan tersebut diungkapkan oleh Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, kepada ANTARA di Jakarta, Kamis. "Belum, belum terima," kata Dino singkat, sambil menyatakan dirinya tidak mau berkomentar sebelum Presiden Yudhoyono menerima surat dari Howard. Demikian pula dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda yang ditanyai wartawan usai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis sore. Ia menyatakan pihaknya belum menerima surat dari Australia terkait pembebasan Ba`asyir. "Saya belum terima," katanya. Pada Kamis, media asing di Australia melaporkan bahwa Perdana Menteri John Howard mengatakan dirinya telah menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meminta Presiden RI mengawasi secara cermat kegiatan-kegiatan Ustad Abu Bakar Ba`asyir. Howard mencatat bahwa Dewan Keamanan PBB telah memasukkan Ba`asyir dalam daftar teroris sehingga aset-aset Ba`asyir harus dibekukan dan Ba`asyir sendiri harus dilarang bepergian ke luar negeri atau pun memiliki senjata. "Kami berharap pemerintah Indonesia taat dan menjalankan kewajibannya di bawah resolusi PBB," kata Howard di depan Parlemen seperti dikutip AFP. PM Howard mengatakan "masyarakat Australia merasakan kemarahan yang dalam" atas bebasnya Ba`asyir. Ustaz Abu Bakar Ba`asyir pada Rabu (14/6) dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang setelah menjalani hukuman selama dua tahun enam bulan karena dianggap terbukti terlibat dalam konspirasi jahat yang mengakibatkan ledakan dan kebakaran pada bom Bali tahun 2002. Dalam peristiwa bom Bali tahun 2002, tercatat 202 orang tewas, termasuk 88 warga Australia. Sementara itu, Menlu Hassan Wirajuda di Kantor Kepresidenan, Kamis, mengakui pihaknya memang mengetahui adanya kekecewaan dari pemerintah dan rakyat korban bom atas bebasnya Abu Bakar Ba`asyir. "Tetapi kita kan konsisten selama ini bahwa masalah pelaksanaan hukuman dan pembebasan itu adalah sepenuhnya masalah hukum," katanya. Ia meminta semua pihak, termasuk masyarakat internasional untuk menghormati proses hukum yang dijalankan oleh Indonesia, termasuk yang terkait dengan Abu Bakar Ba`asyir. "Masalah yang ditangani badan peradilan kita yang independen, termasuk beratnya hukuman yg dijatuhkan tentu mempertimbangkan bukti-bukti yang jelas dan jadi dasar pertimbangan," kata Hassan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006