Kupang (ANTARA) - Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani mengatakan bahwa perbincangannya dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terasa seperti obrolan antara kakak dengan adik. Puan Maharani bertemu dengan AHY di Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Minggu, (18/6/2023).

Akibat suasana yang begitu akrab, Puan tidak menyadari telah berbincang dengan AHY selama 1 jam.

Penggunaan diksi atau frasa "kakak dan adik" yang diungkapkan Puan Maharani dalam pertemuan dengan AHY dapat dimaknai sebagai bagian dari politik wacana dan politik semantik dalam rangka menghegemoni dan menyeragamkan atau menertibkan persepsi publik yang selama ini melihat hubungan PDIP dengan Demokrat dalam formasi antagonis, rivalitas, permusuhan dan antitesis.

Artinya, frasa kakak-adik itu memang sengaja dilemparkan Puan Maharani karena sebagai politisi yang kenyang jam terbang, Puan paham bahwa publik itu haus akan simbol-simbol politik dari para elitnya untuk diviralkan dan didiskursuskan.

Karena itu, ketika diksi kakak-adik ini diviralkan dan sukses menghegemoni persepsi publik, maka PDI Perjuangan akan mendapat keuntungan. Pertama, adalah keuntungan pelebaran ceruk elektoral untuk Ganjar Pranowo.

Keuntungan kedua, membebaskan Ganjar Pranowo dan PDIP dari serangan-serangan frontal dari kader-kader Partai Demokrat yang selama ini kritis dengan PDIP, Ganjar dan juga kepemimpinan Jokowi.

Sehingga, politik semantik atau politik pemaknaan yang coba dimainkan Puan Maharani ini bisa dikatakan brilian, sebab, sebagai perempuan yang punya ketajaman intuisi politik, Puan tahu bahwa istilah kakak dan adik adalah istilah antropologis, sekaligus sosiologis, yang punya daya rekat secara politis.

Dengan menggunakan istilah kakak dan adik, Puan sengaja mem-branding hubungan baru PDIP dan Demokrat, juga hubungannya dengan AHY, kata Pengamat politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Raja Muda Bataona.

Ini murni politik wacana atau lebih tepatnya politik semantik atau politik makna, dalam rangka framing psikologis bagi persepsi publik.

Dengan kalimat kakak dan adik ini, Puan mau mengajak secara psikologis persepsi publik bahwa Demokrat dan PDI Perjuangan saat ini bersahabat dan bahkan sangat akrab, seperti kakak dan adik.

Sehingga makna baru hubungan politik ini oleh Puan, diharapkan akan membersihkan perspesi publik tentang hubungan PDIP dan Demokrat yang selama ini diposisikan dalam formasi bermusuhan, antagonis, dan saling bertarung.

Apalagi sebagai orang Indonesia, Puan tahu dengan baik bahwa tidak ada kalimat yang paling pas untuk menghilangkan stigma permusuhan selama ini daripada kata-kata atau frasa kakak dan adik.

Jadi, kata Mikhael Bataona. ini murni politik wacana untuk mengonstruksi makna dan kesan baru bagi hubungan PDIP dan Demokrat yang hampir 20 tahun bermusuhan.

Jika keadaan itu menjadi normal dan hubungan baik itu terwujud, maka ke depan, bisa saja akan ada kerja sama antara PDIP dengan Demokrat, baik di Pemerintahan maupun di parlemen.


Mengawal demokrasi

Pengamat politik yang juga pengajar ilmu komunikasi politik pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang menilai pertemuan Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono merupakan momentum penting untuk mengawal proses demokrasi secara baik pasca-pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Pertemuan Puan dan AHY di Istora Senayan Jakarta dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, tetapi yang paling penting adalah ini merupakan momentum penting untuk mengawal proses demokrasi secara baik pascaJokowi," katanya.

Menurut dia, secara sosiologis pertemuan ini dapat menciptakan relasi baru antara PDIP dan Demokrat, tidak saja di level elit, namun dapat merambah hingga ke level struktur dan massa di lapisan bawah.

Secara politik, pertemuan Puan dengan AHY mampu merajut kembali kemandegan komunikasi politik antara SBY dengan Megawati yang selama ini mengalami kebuntuan akibat perbedaan politik, katanya.

Hal lain yang bisa dilihat dari pertemuan ini adalah secara psikologis pertemuan Puan-AHY mau menegaskan bahwa tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada teman yang abadi. Satu saat teman bisa menjadi musuh, begitu pula sebaliknya.


Terobosan politik

Pertemuan Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono dapat pula dipandang sebagai sebuah eksperimen politik yang coba dijalankan PDIP untuk meluruhkan blok politik yang cenderung menjadi ekstrem sekarang dan ke depan hingga Februari 2024.

Sebab, jika tidak ada terobosan politik, citra Ganjar dan PDIP tidak akan cukup inkulsif di tengah pemilih oposisi yang menjadi ceruk pemilih bagi Demokrat, Nasdem dan PKS.

Bisa saja para pemilih Demokrat, Nasdem dan PKS ada yang menyukai Ganjar, tapi karena tidak suka pada PDIP, yang selama ini dicap anti dengan Demokrat, sehingga para pemilih ini meski menyukai Ganjar, menolak untuk memilihnya gara-gara citra yang kurang baik pada PDIP.

Karena itu, ini terobosan politik Puan Maharani yang coba melompati pagar garis api PDIP dan Demokrat yang kita tahu bersama, sudah saling kunci dan berseberangan selama 20 tahunan.

Di tengah panasnya blok politik pilpres, antara kelompok status guo Jokowi dan yang pro-perubahan, Puan Maharani, dengan jam terbang serta intuisi politik perempuannya, coba memainkan "kartu truf" ini.

Pertemuan itu bukan akrobat politik amatiran, tapi sebuah eksperimen politik brilian yang berani dan cerdas. Dampaknya baru akan terbaca dalam beberapa pekan ke depan, apakah pertarungan pilpres ini makin keras atau lebih adem dan tidak menjurus kasar.

Oleh karena itu, publik patut memberikan apresiasi atas langkah politik ini untuk mendamaikan suasana menjelang pileg dan Pilpres 2024.

Pertemuan elit dalam perspektif paternalistik dapat melegakan publik karena perilaku massa sangat tercermin dari perilaku elit. Pertemuan itu diharapkan menjadi angin segar bagi dinamika politik dan demokrasi menuju Pemilu 2024.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023