Sebagian besar upaya untuk membantu usaha kecil telah berfokus pada penyediaan pinjaman untuk peralatan atau investasi modal lainnya....
Jakarta (ANTARA) - Hasil kajian dari penelitian global yang memberikan wawasan tentang kehidupan finansial perusahaan kecil, Small Firm Diarie (SFD) menyimpulkan bahawa usaha kecil memerlukan alat yang lebih baik untuk mengelola modal kerja dan likuiditas.

“Sebagian besar upaya untuk membantu usaha kecil telah berfokus pada penyediaan pinjaman untuk peralatan atau investasi modal lainnya. Data dari Small Firm Diaries menunjukkan bahwa modal kerja dan likuiditas lebih penting,” ungkap tim peneliti SFD yang merupakan Associate Director, Engagement, Financial Access Initiative, New York University Laura Freschi saat Launch of Study Findings Small Firm Diaries di Jakarta, Kamis.

Laura menyampaikan berdasarkan hasil kajian terhadap 162 usaha kecil yang tersebar di Medan, Bandung, Yogyakarta, dan Makassar itu dapat disimpulkan bahwa usaha kecil cenderung mencocokkan pendapatan dan pengeluaran mereka setiap bulan.

“Hal ini menegaskan bahwa mereka kekurangan modal kerja/likuiditas. Mereka jarang mengambil risiko operasional yang dapat menyebabkan arus kas bulanan menjadi negatif,”ucapnya.

Baca juga: Riset: Hanya 1/4 dari 65 persen usaha kecil sering gunakan akun bank

Dari usaha kecil yang diteliti tersebut, sebanyak 33 persen pemilik usaha kecil mengakui bahwa mereka memiliki keinginan untuk bertumbuh dan memiliki stabilitas usaha. Namun, kelompok tidak ingin mengambil risiko tambahan karena sudah menghadapi banyak risiko, misalnya dalam hal kemampuan mereka untuk menjual barang-barang, membayar, serta mempertahankan karyawan.

“Mereka menginginkan pertumbuhan selangkah demi selangkah yang membantu mengurangi volatilitas dan risiko,” tuturnya.

Pengakuan tersebut didukung oleh masih rendahnya akses keuangan usaha kecil kepada perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Meskipun akses ke keuangan menjadi penghalang terbesar ketiga bagi visi sukses pemilik usaha, separuh atau lebih tepatnya 49 persen dari pemilik usaha di Indonesia mengatakan bahwa mereka jarang atau tidak pernah membutuhkan pinjaman.

Selain itu, sebanyak 39 persen mengakui bahwa akses keuangan merupakan hambatan. Lalu, sebanyak 46 persen dari pelaku usaha kecil akan menggunakan pinjaman untuk mengatasi masalah arus kas.

“Usaha kecil ini mencocokkan pendapatan dan pengeluaran setiap bulan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa mereka kekurangan modal kerja/likuiditas. Usaha kecil ini jarang mengambil risiko operasional atau peluang ekspansi/pertumbuhan yang dapat mengakibatkan arus kas bulanan yang negatif,” jelas Laura.

Baca juga: Teten sebut pemerintah bidik calon wirausaha dari kalangan terdidik

Principal Investigator SFD dan Financial Access Initiative New York University Jonathan Morduch berharap hasil penelitian itu dapat menjadi gambaran bagi perusahaan besar dan pemerintah dalam merancang atau meningkatkan produk dan program yang dapat meningkatkan kapasitas dan produktivitas usaha kecil.

Selaon itu juga untuk merancang produk layanan keuangan, termasuk layanan keuangan digital, yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan likuiditas dan investasi usaha kecil sehingga mereka dapat mengembangkan bisnis mereka dalam hal pendapatan, produktivitas, lapangan kerja, dan upah yang dibayarkan.

“Tujuan kami dalam penelitian ini adalah untuk mencoba memahami usaha kecil dari bawah ke atas, dengan mendengarkan secara dekat bagaimana para pengusaha dan pekerja membuat pilihan-pilihan dengan cara mereka sendiri,” sebut Jonathan.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023