Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Farmalkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Dr Dra L. Rizka Andalucia mengatakan bahwa Biomedical and Genome Science initiative (BGSi) adalah salah satu upaya untuk penanganan penyakit yang lebih baik di Indonesia.

“Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berbasis kedokteran presisi, kita perlu melakukan inovasi kesehatan yang berbasis teknologi genomic, yakni mengandalkan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen, yang pada saat pandemi COVID-19 kemarin kita kenal dengan Whole Genome Sequencing atau WGS,” kata Rizka pada diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Rizka mengatakan, tujuan penggunaan teknologi genomic ini untuk percepatan implementasi kedokteran presisi dan pengembangan teknologi kesehatan, serta membantu para klinisi untuk menentukan pengobatan yang tepat bagi pasien. Teknologi kesehatan ini baik untuk produk-produk farmasi maupun theurapetic (pengobatan mental).

Dia juga menjelaskan, selama ini referensi pengobatan di Indonesia masih dari negara-negara maju, atau populasi kaukasian, sementara populasi di tanah air sendiri sangat beragam, sehingga penting melakukan pengembangan data kesehatan melalui teknologi genomic.

“Pengalaman saat pandemi COVID-19 kemarin, teman-teman mungkin mendengar ada varian Omicron, Delta, nah itu kita bisa tahu karena ada teknologi genome sequencing, ini penting mengingat kita butuh untuk pengamatan penyakit, terutama pada saat pandemi,” ujar dia.

Dasar penggunaan teknologi ini berangkat dari latar belakang genetik individu yang berbeda-beda, sehingga bisa mempengaruhi hasil pengobatan yang tentu menunjukkan hasil yang berbeda pula, sehingga penting untuk melakukan identifikasi penyakit atau patogen melalui genome sequencing.

“Hasil genome sequencing bisa menjadi salah satu cara penanganan penyakit oleh pemerintah, karena akan mempengaruhi kebijakan pengobatan dan perawatan, seperti saat COVID-19 kemarin tentu akan berbeda penanganan antara varian omicron dan delta, kalau kita tidak tahu jenis variannya, pasti akan meraba-raba, dan hasilnya tidak akan bagus,” tuturnya.

Baca juga: KSP: Kemenkes siap tangani COVID-19 sesuai prosedur jika kasus naik Adapun teknologi WGS sudah diresmikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Agustus 2022, dan saat ini, BGSi berdiri sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang sudah disahkan oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) dengan nama Balai Besar Biomedis dan Genomika Kesehatan.

“Melalui BGSi, kita berusaha untuk melakukan upaya preventif, dengan mengetahui faktor risiko, maka kita bisa melakukan tindakan-tindakan pencegahan, supaya masyarakat tidak menjadi sakit, dan penyakit-penyakit yang berat sedini mungkin bisa terdeteksi, sehingga penanganannya lebih optimal dan bisa lebih berhasil,” kata Rizka.

Baca juga: Kemenkes: Kebijakan endemi diatur lebih lanjut lewat Keppres

Baca juga: Menko PMK: Kini penanganan stunting dilakukan secara lintas sektoral

 

 

 

 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023