Baghdad (ANTARA News) - Pemboman di Baghdad dan sekitarnya, termasuk dua bom mobil di dekat lapangan sepak bola, menewaskan sedikitnya 23 orang pada Kamis, sementara tiga orang tewas ditembak di Irak utara, kata para pejabat keamanan dan medis.

Dengan aksi kekerasan terbaru, lebih dari 210 orang telah tewas dan lebih 550 terluka dalam serangan pada Februari, menurut hitungan AFP berdasarkan pada sumber-sumber keamanan dan medis.

Seorang pejabat kementerian dalam negeri mengatakan, satu bom mobil meledak di dekat lapangan bola di wilayah Shuala Baghdad, diikuti oleh ledakan kedua setelah pasukan keamanan tiba di lokasi kejadian.

Ledakan-ledakan itu menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai 30 lainnya, kata para pejabat medis.

Di Mahmudiyah, selatan Baghdad, seorang gerilyawan meledakkan sebuah granat tangan saat orang-orang berusaha untuk menangkapnya, dan lima bom meledak di dekatnya, menewaskan sedikitnya dua orang serta melukai setidaknya tujuh lainnya, kata para pejabat keamanan dan medis.

Dua bom pinggir jalan juga meledak di daerah al-Shurta Rabea selatan Baghdad, menewaskan satu orang dan melukai tujuh lainnya, sementara bom mobil di Aziziyah, tenggara Baghdad, menewaskan satu orang dan melukai 17, kata para pejabat.

Orang-orang bersenjata juga membunuh seorang komandan dalam milisi Sahwa anti-Qaida dan milisi lain, sementara penembak jitu menembak mati seorang tentara Irak, keduanya terjadi di barat kota Kirkuk di Irak Utara, kata pejabat keamanan dan seorang dokter.

Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangkaian serangan itu.

Kekerasan di Irak turun secara signifikan dari puncaknya tahun 2006-2007, tetapi bahkan 10 tahun setelah invasi pimpinan AS tahun 2003 yang menggulingkan diktator Saddam Hussein, serangan masih terjadi hampir setiap hari.

Serangan datang saat Irak bergulat dengan pekan-pekan protes anti-pemerintah yang berpusat pada daerah mayoritas Sunni di utara dan barat negara itu, yang menyerukan penggulingan Perdana Menteri Nuri al-Maliki, seorang Syiah.

Demonstrasi pada awalnya dipicu pada Desember oleh penangkapan pengawal Menteri Keuangan Rafa al-Essawi, seorang Sunni terkemuka.

Sejak itu protes meluas, dan pemerintah telah berusaha untuk membatasi mereka dengan mengatakan telah membebaskan ribuan tahanan serta meningkatkan gaji milisi Sunni yang memerangi Al-Qaida.

Wakil Perdana Menteri Hussein al-Shahristani mengatakan pada Kamis bahwa 4.000 tahanan telah dibebaskan sejak awal tahun ini, beberapa di antaranya dapat meminta kompensasi jika mereka tidak bersalah atas satu kejahatan. (AK)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013