Padang (ANTARA) - Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengevaluasi rekrutmen rektor atau direktur menyusul kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan perguruan tinggi di provinsi itu.

"DPRD Sumbar meminta Kemendibudristek untuk kembali mengevaluasi proses rekrutmen rektor atau direktur di perguruan tinggi," kata Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi di Padang, Kamis.

Baca juga: DPRD: Usut tuntas dugaan TPPO yang libatkan perguruan tinggi di Sumbar

Hal itu disampaikan Supardi menanggapi kasus dugaan TPPO yang dilakukan oleh salah satu perguruan tinggi (Politeknik) di Sumatera Barat, dan menyeret eks pimpinan politeknik tersebut. Bareskrim Polri juga telah menetapkan EH dan G sebagai tersangka dengan modus pengiriman mahasiswa magang ke Jepang.

Menurut Supardi, kasus tersebut menandakan lemahnya pengawasan dari perguruan tinggi terhadap mahasiswa magang. Lebih buruknya lagi, kasus itu diduga dilakukan oleh eks direktur politeknik yang seharusnya menjadi contoh bagi sivitas akademika.

Ke depannya, diharapkan proses rekrutmen pimpinan perguruan tinggi, baik rektor maupun direktur bisa menghasilkan orang yang betul-betul menjaga muruah dunia pendidikan, harap dia.

Selain peran pemerintah pusat, Supardi memandang peran pemerintah daerah juga penting dalam mengawasi mahasiswa terutama yang akan mengikuti program magang ke luar negeri.

Sebab, bagaimanapun juga perlindungan terhadap mahasiswa tersebut tetap masuk ke dalam ranah pemerintah daerah dalam hal ini pihak eksekutif dan legislatif.

"Nanti kita cari formulasi pengawasan yang tepat. Sebab, jangan sampai pula perguruan tinggi merasa diintervensi oleh pemerintah daerah dalam hal pengawasan anak didik," kata dia.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan kasus TPPO dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang diawali laporan korban berinisial ZS dan FY ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo.

Berdasarkan keterangan kedua pelapor, mereka bersama sembilan mahasiswa lainnya dikirim oleh salah satu politeknik di Sumatera Barat untuk mengikuti program magang.

Baca juga: 137 WNI diselamatkan dari perusahaan "online scam" di Filipina

Baca juga: Polri ungkap kasus TPPO terbanyak dengan modus bekerja sebagai PRT


"Namun, korban dipekerjakan sebagai buruh," ungkapnya.

Selama satu tahun mengikuti program magang ke Jepang, para korban dipekerjakan layaknya buruh dengan ketentuan bekerja selama 14 jam, mulai pukul 08.00 hingga 22.00.

Pekerjaan tersebut, dilakukan setiap hari selama tujuh hari tanpa libur, dan hanya diberikan waktu istirahat selama 10 hingga 15 menit untuk makan.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023