Jakarta (ANTARA) - Dosen Universitas Pertahanan Hasto Kristiyanto mengajak para mahasiswa Universitas Andalas agar meneladani dan menghidupi jiwa kepemimpinan negarawan para pendiri bangsa yang mayoritas berasal dari Sumatera Barat.

Hal itu disampaikan Hasto saat mengisi kuliah umum di Universitas Andalas, Sumatera Barat, Rabu.

Ia menantang para mahasiswa Unand untuk berani melaksanakan Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika. Pasalnya, mahasiswa Indonesia pernah melakukan hal itu pada 1956 dengan mendatangkan peserta dari 29 negara.
​​​
“Kita lihat dari jumlah penduduknya, tetapi kita bandingkan dengan para tokoh yang lahir di Tanah Minang ini, maka Sumatera Barat memegang rekor tertinggi jumlah pahlawan nasional, kepemimpinan negarawan yang terbanyak,” ujar Hasto dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.

Ia menilai peristiwa itu dapat menjadi sebuah inspirasi sekaligus pengingat kepada mahasiswa Unand agar merawat nilai-nilai kebangsaan dan sekaligus menyiapkan jalan masa depan untuk Indonesia Emas tahun 2045.

“Berbicara tentang geopolitik Soekarno dan geopolitik Bung Hatta, syarat yang terpenting bagi teman-teman semua adalah jadilah pemimpin negarawan. Semoga dari mahasiswa Andalas ini akan lahir Soekarno baru, Bung Hatta baru, Tan Malaka yang baru, KH Agus Salim, Syahrir, Natsir, Prof Muhammad Yamin yang baru,” katanya.

Hasto menjelaskan mengenai teori geopolitik Soekarno yang menjadi hasil studi disertasinya di Universitas Pertahanan. Dia mengatakan bahwa teori itu didasari oleh Pancasila sebagai ideologi geopolitik dunia.

Dia merinci dengan jelas mengenai peristiwa-peristiwa dunia yang menyangkut Indonesia, tak terkecuali teori tersebut.

Mulai dari pelaksanaan Konferensi Asia Afrika dan Konferensi Gerakan Non Blok, konstelasi Perang Dingin serta kaitannya dengan Indonesia, Konfrontasi Malaysia, pembebasan Irian Barat, kemerdekaan bangsa Asia dan Afrika karena campur tangan Indonesia, paparnya.

Sementara isu Palestina, Hasto mengingatkan kembali soal pidato Indonesia di PBB tentang upaya memerdekakan Aljazair dari penjajahan Prancis. Meski Indonesia baru merdeka, kepemimpinan Soekarno sudah diakui hingga ke PBB.

"Ini yang sangat fundamental. Karena dalam Konferensi Asia Afrika, Bung Karno, Bung Hatta, dan Ali Sastroamidjojo sudah menandatangani komitmen untuk mendukung kemerdekaan Palestina,” jelas dia.

Menurut Hasto, geopolitik Soekarno dalam mengoperasionalkan Pancasila yang lahir sebagai pandangan hidup bangsa sekaligus jawaban Indonesia atas sistem internasional yang bersifat anarkis.

Pancasila lahir atas struktur dunia yang tidak adil akibat penjajahan yang menyebabkan perang tidak pernah berhenti, katanya.

“Teori ini menggambarkan geopolitik Soekarno yang mengemukakan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian dunia, dan bagaimana bangsa-bangsa di dunia bisa hidup berdampingan dengan damai,” tambah Hasto.

Untuk membangkitkan pemahaman para peserta kuliah, Hasto menceritakan tentang peristiwa usai KAA Tahun 1955. Kepemimpinan Indonesia berhasil membangkitkan spirit solidaritas di antara bangsa Asia-Afrika.

Sehingga bukan sekedar menjadi komitmen politik tingkat elite, namun hingga ke berbagai kalangan termasuk mahasiswa. Hasto pun menantang para mahasiswa Unand agar berani menunjukkan komitmen serta prestasinya dengan membangkitkan semangat itu kembali.

“Kami tantang bagaimana Universitas Andalas ini, mahasiswanya, senatnya, mampu mengadakan konferensi mahasiswa Asia-Afrika untuk diulang kembali dan diadakan di Padang ini,” ucap Hasto.

Konferensi Mahasiswa tahun 1956 saat itu dipimpin oleh Emil Salim yang menjadi tokoh nasional.

“Jadi kalau menghormati perjuangan pahlawan bangsa, maka tahun depan 18 April itu ada peringatan Konferensi Asia-Afrika. Maka dari Andalas ini, kalau dulu yang memimpin Prof. DR. Emil Salim, ditantang untuk diadakan konferensi internasional mahasiswa Asia-Afrika, dengan yang diundang adalah 29 negara dan itu diadakan di Andalas,” ungkapnya.

Ia menyebutkan para mahasiswa bisa membahas isu penguasaan teknologi yang berkeadilan hingga green and blue economy dalam konferensi itu.

“Karena menjadi mahasiswa sekarang harus going global. Itu yang kita harapkan jika kita belajar dari teori geopolitik Soekarno,” tutur Hasto.
​​​​​​​
Ia menegaskan teori geopolitik Soekarno mengajarkan pentingnya kemampuan intelektual dengan banyak membaca, pentingnya ide dan imajinasi kemajuan masa depan.

“Jadi cara berpikir kita mau membangun Indonesia, sering menunggu ada dana dulu. Kalau tidak ada dana sepertinya tidak bisa. Padahal Bung Karno, Bung Hatta, KH Agus Salim, Prof. Mohamad Yamin selalu berpikir the power of idea. Ini yang paling penting memerdekakan Indonesia,” ulas Hasto.

“Tanpa ada ide, imajinasi kita akan kehilangan spirit dalam mencapai masa depan,” pungkasnya.

Baca juga: PDIP: Ganjar dan pasangan harus mampu pikul tanggung jawab besar
Baca juga: Hasto: Pertemuan elite politik di Tanah Suci baik bagi iklim demokrasi


Kemudian, Rektor Universitas Andalas Yuliandri menceritakan sejarah pendirian Unand yang diresmikan oleh Wakil Presiden Pertama RI Mohammad Hatta.

“Sosok Bung Hatta sebagai seorang nasionalis yang kemudian beliau menyampaikan bahwa sebelum saya mendirikan Unand, lebih dulu mendirikan Universitas Hasanuddin. Bung Hatta ini sosok nasionalisme di tokoh kita yang dwitunggal bersama Bung Karno,” kata Yuliandri.

Ia menceritakan capaian-capaian Unand hingga saat ini, baik secara nasional maupun internasional. Yuliandri menjelaskan Unand menyasar "expertise" di bidang riset.

“Unand kami ambil sebagai 'research university'. Saya selalu menekankan kepada semua civitas academica kita bahwa Unand adalah universitas riset,” jelasnya.

Yuliandri secara khusus memberikan penjelasan mengenai kontribusi Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri untuk Unand. Ia menyebutkan Megawati pernah memberikan bantuan penelitian kepada dosen untuk penelitian bahan alam dan sampai saat ini terus dikembangkan.

Kedua, kontribusi Megawati yang meresmikan Pusat Kegiatan Mahasiswa Unand. Ketiga, memberikan bantuan mobil bis kampus untuk mendukung transportasi bagi civitas academica Unand.

“Alhamdulillah dalam kapasitas beliau sebagai Dewan Pengarah BRIN, Unand mendapat kesempatan kerja sama penelitian dengan BRIN untuk mendukung pusat studi serta riset bagi dosen Unand,” imbuhnya.

Ia berharap Unand dapat menjadi sentra penelitian bagi pengembangan wawasan kebangsaan, terutama dalam mengembangkan berbagai konsep untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Untuk itu, wawasan kebangsaan harus dimulai dari kampus.

Sementara itu, Gubernur Sumbar Mahyeldi menjelaskan bahwa saat ini Indonesia membutuhkan keteladanan-keteladanan dari para pemimpin masa lalu. Ia menyebutkan sosok yang patut dicontohi adalah Proklamator RI Bung Karno-Bung Hatta.

“Maka marilah melihat dan belajar dari pemimpin kita di masa lalu. Bagaimana negara Indonesia yang besar, luas, dan heterogen dapat terjaga dengan baik dalam kerangka NKRI,” pungkas Mahyeldi.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023