Jakarta (ANTARA News) - Kerugian ekonomi yang timbul akibat penyakit gangguan kesehatan jiwa di Indonesia mencapai Rp32 triliun per tahun. "Selama ini gangguan kesehatan jiwa relatif terabaikan, padahal penurunan produktifitas akibat gangguan kesehatan jiwa terbukti berdampak nyata pada perekonomian," kata Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Dr Pandu Setiawan, SpKJ di Jakarta, Senin. Pandu yang juga menjabat sebagai Presiden Federasi Psikiatri ASEAN itu juga menjelaskan hasil studi Bank Dunia tahun 1995 di beberapa negara menunjukkan 8,1 persen hari-hari produktif yang hilang akibat beban penyakit disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Angka itu, kata dia, lebih besar dibandingkan hari-hari produktif yang hilang akibat penyakit tuberculosis (7,2 persen), kanker (5,8 persen), penyakit jantung (4,4 persen) dan malaria (2,6 persen). Di Indonesia pun, menurut dia, jumlah penderita masalah kesehatan jiwa cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pandu menjelaskan menurut hasil penelitian terkini di Tanah Air, satu hingga tiga orang per mil mengalami gangguan jiwa berat (psikosis). "Sedangkan 20-40 orang per mil mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan atau neurosis," katanya. Ia menambahkan pula bahwa satu dari tiga pengunjung Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) mengeluhkan gangguan mental dan emosional. Studi yang dilakukan di 11 pusat penelitian kesehatan jiwa di Indonesia, kata dia, juga menunjukkan bahwa satu dari lima orang responden yang diteliti pernah satu kali mengalami gangguan kesehatan jiwa selama hidup mereka. Pandu mengatakan fakta itu menunjukkan bahwa kesehatan jiwa merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian penuh dari semua pihak. "Sebab ini menyangkut sumber daya manusia dan 'social cost' yang tidak dapat diperhitungkan besarnya," katanya. Namun, ia menyayangkan, perhatian pemerintah terhadap upaya penanganan masalah kesehatan jiwa relatif masih rendah. "Anggaran yang dialokasikan untuk direktorat kesehatan jiwa saja hanya sekitar Rp11 miliar per tahun dari total anggaran di bidang kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp14 triliun," jelasnya. Penanganan masalah kesehatan jiwa, kata dia, lebih banyak dilakukan di hilir sedangkan upaya preventif dan promotif yang seharusnya dapat menekan jumlah masalah kesehatan jiwa sangat minim dilakukan. "Masalah kesehatan jiwa juga selalu dilihat berdasarkan angka statistik korban, padahal masalah yang sebenarnya jauh lebih besar dari itu," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006