Jakarta (ANTARA) - Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan (AHA Centre) sedang menyiapkan penyaluran bantuan kepada 400 rumah tangga atau sekitar 1.450 pengungsi yang terdampak krisis di Myanmar.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, ketika berbicara mengenai kemajuan dalam pemberian bantuan kemanusiaan yang merupakan salah satu mandat Konsensus Lima Poin (5PC) ASEAN untuk Myanmar.

“Wilayah Sagaing dan Magway akan jadi salah satu prioritas selanjutnya,” kata Retno dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya pada Mei 2023, AHA Centre telah melakukan pengiriman tahap awal bantuan kemanusiaan berdasarkan penilaian kebutuhan bersama (joint needs assessment).

Selain itu, AHA Centre juga bertindak cepat menyalurkan bantuan senilai 1,6 juta dolar AS (sekitar Rp24,2 miliar) untuk korban Topan Mocha di Myanmar.

Secara bilateral, ujar Retno, Indonesia telah menyampaikan bantuannya pada 26 Juni 2023 sebanyak 45 ton dengan nilai lebih dari 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,6 miliar) berupa makanan siap saji, terpal, tenda, peralatan pertukangan, generator, selimut, serta air minum yang diperlukan para korban Topan Mocha, khususnya di Negara Bagian Rakhine di Myanmar.

Dalam berbagai komunikasi, Indonesia juga mendengar adanya informasi adanya kebutuhan vaksin terutama untuk anak-anak Myanmar, yang kemudian ditindaklanjuti dengan meminta data mengenai kebutuhan vaksin tersebut.

Menlu Retno menegaskan bahwa semua pihak harus berkomitmen untuk membantu penyaluran bantuan kemanusiaan dengan prinsip tak meninggalkan siapa pun (no one left behind) dan tidak mempolitisasi bantuan kemanusiaan.

“Kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas semua pihak,” tutur dia.

Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritisi pembatasan bantuan kemanusiaan yang diberlakukan oleh penguasa militer Myanmar—yang dapat diartikan sebagai kejahatan perang.

"Penolakan (bantuan kemanusiaan) yang disengaja seperti itu juga dapat (dikategorikan) kejahatan terhadap kemanusiaan seperti pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya, atau penganiayaan," kata Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB (OHCHR).

Meskipun militer membuka akses bagi para pekerja kemanusiaan untuk mengirimkan bantuan, pergerakan mereka justru dibatasi dan dikontrol secara ketat, kata OHCHR.

Tak hanya itu, militer selama ini juga telah beroperasi seolah-olah mereka yang memberikan bantuan kepada masyarakat sipil.

Krisis hak asasi manusia dan kemanusiaan Myanmar semakin meluas. Diperkirakan 1,5 juta orang telah mengungsi, dan sekitar 60.000 bangunan sipil dilaporkan telah dibakar atau dihancurkan.

Lebih dari 17,6 juta orang atau mencakup sepertiga dari keseluruhan populasi Myanmar, memerlukan bantuan kemanusiaan.

Secara keseluruhan, PBB melaporkan sedikitnya 3.452 korban tewas di tangan militer dan afiliasinya, dan 21.807 orang telah ditangkap selama periode Februari 2021 sampai April 2023.

Baca juga: PBB: Pembatasan bantuan kemanusiaan di Myanmar adalah kejahatan perang
Baca juga: Retno: Indonesia akan terus berupaya bantu Myanmar keluar dari krisis
Baca juga: Pakar PBB: ASEAN harus meminta pertanggungjawaban junta Myanmar

 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023