Jakarta (ANTARA) - Koalisi masyarakat sipil meminta pemerintah untuk mengkaji ulang pelepasan dan penurunan status kawasan hutan seluas 612.355 hektare yang tercantum dalam revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Kalimantan Timur.
 
"Kami tidak melihat adanya transparansi mengenai data dan kepentingan publik di dalam revisi itu," kata Juru Kampanye Yayasan Auriga Nusantara, Hilman Afif dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat.
 
Hilman menuturkan ada 156 izin konsesi perusahaan yang mencaplok kawasan hutan tersebut. Perusahaan-perusahaan itu terdiri dari sektor pertambangan, monokultur kelapa sawit skala besar, dan perkebunan kayu.
 
Menurutnya, sebanyak 56 persen kawasan hutan yang akan dilepaskan itu masih berupa hutan alam dan menjadi habitat bagi orang utan serta badak sumatra.

Baca juga: Pengelolaan hutan lestari Kaltim naikkan kepadatan orang utan

Baca juga: Pemprov Kaltim usulkan perubahan kawasan hutan ke KLHK RI
 
"Status kawasan itu di dalam dokumen revisi RTRW berupa pengelolaan oleh masyarakat dan peruntukannya kepada masyarakat, tetapi kami melihat ada izin usaha pertambangan di atasnya. Aktivitas pertambangan itu tidak memiliki pinjam pakai kawasan ataupun pelepasan kawasan hutan," ujar Hilman.
 
Yayasan Auriga Nusantara mencatat dari total 156 izin konsesi perusahaan yang membebani kawasan yang akan dilepas tersebut, sebanyak 138.021 hektare yang masuk dalam usulan pelepasan adalah lahan dengan perizinan berusaha pemanfaatan hutan pada hutan tanaman (PBPH-HT).
 
Total perusahaan hutan tanaman yang terdeteksi dalam kawasan itu mencapai 39 korporasi. Sebesar 98 persen dari total luas  tersebut berupa pelepasan kawasan hutan.
 
Selain itu, sebanyak 25.684 hektare masih berupa tutupan hutan alam.
 
Seluas 164.429 hektare telah dibebani oleh 101 izin usaha pertambangan. Lebih rinci, 106.782 hektar atau 65 persen diusulkan untuk pelepasan status kawasan hutan dan 56.395 hektare atau 34 persen merupakan penurunan status kawasan dari hutan lindung menjadi hutan produksi terbatas.
 
Seluas 100.323 hektare masih berupa tutupan hutan alam. Selain itu, 3.824 hektare telah dibebani oleh 16 izin perkebunan kelapa sawit dan seluruhnya berupa penurunan status kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain.
 
Secara total ada 736.055 hektare hutan yang bakal diubah fungsi dan peruntukannya dengan rincian 83,19 persen atau setara 612.355 hektare mengalami pelepasan kawasan hutan, 13,83 persen atau setara 101.788 hektare mengalami penurunan status kawasan hutan, dan hanya 2,7 persen atau setara 19.858 hektare yang mengalami peningkatan status kawasan hutan, serta 0,28 persen atau setara 2.054 hektare tidak mengalami perubahan status.
 
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian mengatakan ketimpangan pengelolaan kawasan hutan antara perhutanan sosial, hutan adat, dan hutan konsesi dapat memperpanjang rantai konflik dan memperbanyak cerita kriminalisasi karena orang-orang saling berebut klaim.
 
"Ini juga sebenarnya jauh dari komitmen iklim Indonesia, apalagi 54 persen adalah hutan alam," kata Uli.
 
"Kita jauh-jauh pergi ke pertemuan internasional untuk membicarakan komitmen iklim, tapi di dalam negeri kontradiktif antara apa yang dilakukan dengan apa yang diucapkan di forum-forum internasional tersebut," imbuhnya.
 
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat ada 40 letusan konflik agraria yang terjadi selama lima tahun terakhir di Kalimantan Timur. Angka itu berkontribusi sebagai lima besar penyumbang letusan konflik agraria tahun 2021 dan luasan konflik agraria tahun 2019.
 
Konflik agraria telah menyebabkan masyarakat sekitar kehilangan tanah dan kekayaan alam sebagai sandaran untuk kelangsungan hidup.
 
Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor mengklaim usulan perubahan RTRW kawasan hutan itu hanya delapan persen dari total kawasan hutan dan konservasi yang mencapai lebih kurang 8,4 juta hektare di Kalimantan Timur.
 
Bila dibandingkan wilayah Kalimantan Timur seluas kurang lebih 12,8 juta hektare, maka perubahan kawasan hutan yang diusulkan hanya sekitar lima persen persen dari total wilayah tersebut.*

Baca juga: YKAN: Praktik pengelolaan hutan lestari tingkatkan populasi orang utan

Baca juga: Dukung Gerakan Satu Juta Pohon, PKT ikut selamatkan hutan dan lahan

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023