Pria itu memegang sebuah tas kertas di tangannya yang katanya berisi peledak."
Moskow (ANTARA News) - Seorang pria yang mengaku membawa bom menyandera tiga orang di sebuah sekolah di kota Astrakhan, Rusia selatan, Kamis, kata polisi.

Dua pelajar dan seorang petugas keamanan dihalangi menuju ruang kelas di lantai tiga oleh pria itu setelah ia membebaskan seorang sandera keempat yang diidentifikasi sebagai guru, lapor Reuters.

"Pria itu memegang sebuah tas kertas di tangannya yang katanya berisi peledak," kata Dmitry Beryozin, seorang juru bicara kepolisian di kota dekat Laut Kaspia itu.

Pria itu meminta polisi membawakannya makanan dan minuman namun belum mengajukan tuntutan lain, kata Komite Penyelidik Rusia di daerah itu.

Kantor-kantor berita Rusia melaporkan sebelumnya Kamis bahwa pria penyandera itu bersenjatakan pistol.

Belum diketahui motif pria itu melakukan penyanderaan tersebut dan tidak jelas apakah itu ada kaitannya dengan kelompok militan.

Kremlin hingga kini masih berusaha mengatasi gerilyawan muslim di Kaukasus Utara, satu dasawarsa setelah pasukan federal mendongkel dominasi separatis di Chechnya.

Serangan bom bunuh diri yang dilancarkan oleh seorang pelaku dari Kaukasus Utara menewaskan 37 orang di bandara terpadat Rusia Domodedovo di Moskow pada Januari 2011.

Serangan itu membuat Presiden Rusia saat itu Dmitry Medvedev memecat sejumlah pejabat kepolisian tingkat menengah dan mengarah pada pendongkelan para manajer senior Domodedovo.

Pemboman bunuh diri itu diklaim oleh Doku Umarov, pemimpin Emirat Kaukasus.

Amerika Serikat memasukkan Emirat Kaukasus ke dalam daftar kelompok teroris karena serangan-serangannya dalam upaya mengusir pemerintah Rusia dari kawasan Kaukasus Utara.

Kekerasan berkobar di Kaukasus Utara yang berpenduduk mayoritas muslim, dimana gerilyawan yang marah karena kemiskinan dan terdorong oleh ideologi jihad global ingin mendirikan sebuah negara merdeka yang berdasarkan hukum sharia.

Dagestan, yang terletak di kawasan pesisir Laut Kaspia, telah menggantikan wilayah-wilayah tetangganya sebagai pusat kekerasan di Kaukasus Utara yang berpenduduk mayoritas muslim.

Dagestan berbatasan dengan Chechnya di Kaukasus Utara, dimana Rusia menghadapi kekerasan muslim garis keras, dan provinsi yang berpenduduk mayoritas muslim itu seringkali dilanda serangan dengan sasaran aparat penegak hukum dan pejabat pemerintah.

Serangan-serangan itu telah membuat Kremlin berjanji lagi menumpas gerilyawan di Kaukasus Utara. Wilayah tersebut dilanda kekerasan sejak dua perang pasca-Sovyet terjadi di Chechnya antara pasukan pemerintah dan gerilyawan separatis.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh pihak berwenang Rusia di kawasan Kaukasus Utara -- mulai dari Laut Hitam hingga Laut Kaspia -- melakukan pelangaran HAM dengan dalih menumpas militansi muslim. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013