Medan (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menghentikan penuntutan tujuh perkara dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu, Kejaksaan Negeri Deli Serdang, Kejaksaan Negeri Simalungun dan Kejaksaan Negeri Samosir

"Menjelang Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) yang ke-63 tahun 2023, Kejati Sumut menghentikan perkara penuntutan tujuh perkara yang sebelumnya melakukan ekspos dengan JAM Pidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana yang diwakili Direktur TP Oharda Agnes Triani, Selasa (11/7)," ujar Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan di Medan, Kamis.

Ia merinci perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya yakni dari Kejari Labuhanbatu dengan perkara tindak penganiayaan Indra Sahputra Alias Siin dijerat Pasal 351 ayat (2) KUHPidana dan tindak pidana penganiayan atas tersangka Hasan Basri Alias Suncai dijerat Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

Kemudian pada Kejari Deli Serdang perkara tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga atas tersangka Mas Poniman dijerat Pasal 44 ayat (1) subs ayat (4) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan tersangka Wahyudi Pratama Alias Yudi alias Tama dijerat Pasal 44 ayat (1) subsider ayat (4) UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Selain itu, pada Kejaksaan Negeri Simalungun perkara tidak pidana penadahan dengan tersangka Nurhayati Setia Desy Saragih dijerat primer, Pasal 480 Ayat (1) KUHP Subsider Pasal 480 Ayat (2) KUHP, dan tersangka pertama Sudirman Bintang dan tersangka dua Sampe Tuah Bintang Pasal primer, Pasal 170 ayat (1) KUHP Subsider Pasal 351 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Serta pada Kejaksaan Negeri Samosir perkara tindak pidana penganiayaan dengan tersangka Agi Paruntungan Naibaho dijerat Pasal 351 ayat (1) KUHPidana," ucapnya.

"Tujuh perkara yang diajukan ke JAM Pidum ini disetujui dihentikan dengan menerapkan RJ berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020," katanya.

Pendekatan keadilan restoratif seperti diatur dalam Perja No 15 Tahun 2020 yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat tindak pidana yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban, dan direspons positif oleh keluarga.

"Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan di fasilitasi Kajari, Kacabjari, dan jaksa yang menangani perkaranya," tegasnya.

Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula agar tidak ada rasa dendam di kemudian hari.

"Ketika tersangka dan korban berdamai, maka sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan," tuturnya.

Pewarta: M. Sahbainy Nasution
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023