fenomena terjadi saat ini banyak yang memaksakan anak agar masuk ke sekolah tertentu, bahkan memilih cara curang dengan mengakal-akali jalur zonasi
Bandung (ANTARA) -
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat yang saat ini menjabat Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi lebih memilih untuk mendaftarkan anaknya bersekolah ke SMA swasta pada momentum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2023.

"Alhamdulillah di SMA Swasta kan tidak ada utak atik zonasi. Kita sebagai orang tua yang penting untuk pembentukan anak, sekolah di manapun kita sebagai orang tua tidak boleh berhenti mendoakan kepada anaknya yang terbaik dalam mengejar cita-citanya," kata Dedi Supandi di Bandung, Ahad.
 
Dedi menilai penting bagi orang tua mendukung keinginan anak terkait sekolah yang dipilih dan hal ini dia sampaikan menyusul marak aksi kecurangan pada proses PPDB 2023 .
 
Menurut dia, fenomena yang terjadi saat ini banyak yang memaksakan anak agar masuk ke sekolah tertentu. Bahkan beberapa di antaranya memilih cara curang dengan mengakal-akali jalur zonasi.
 
"Namun sebenarnya itu adalah ruang yang memang diatur dalam Permendikbud. Alhasil semakin diatur ketat seperti semakin diakal-akali," kata dia.
 
Saat disinggung mengenai maraknya pemberitaan negatif terkait PPDB Jawa Barat Tahun 2023, Dedi Supandi mengatakan pada tahun lalu pihaknya sudah terus melakukan perbaikan sistem, di antaranya dengan penambahan jumlah zonasi juga merencanakan laman PPDB dan fitur pada aplikasi Sapawarga.
 
"Sistem digitalisasi itu kan sekarang di PPDB Jabar 2023 sudah mulai digunakan," katanya.
 
Hasil rekomendasi bersama Ombudsman Jawa Barat, pihaknya mengusulkan sejumlah evaluasi Perubahan Permendikbud.
 
Hal itu dilakukan pascapelaksanaan PPDB tahun lalu agar ada perubahan Permendikbud terkait PPDB.
Baca juga: PPDB SMA/SMK Jawa Barat Tahap 2 resmi dibuka hari ini
Baca juga: Kadisdik Jabar: Jangan ada oknum "bermain" di PPDB 2022

Sehingga regulasi lebih bersifat general dan hal-hal yang teknis dapat diserahkan ke daerah disesuaikan dengan kondisi geografi dan demografi daerah.
 
Sistem di setiap daerah tidak bisa di sama ratakan mengingat perbedaan berdasarkan demografi dan geografi tersebut yang disesuaikan dengan kondisi lokal daerahnya.
 
"Jadi antara daerah yang banyak pegunungan itu akan berbeda dengan yang di perkotaan. Termasuk jumlah kuota prestasi, zonasi, afirmasi dalam suatu wilayah tertentu setiap daerah bisa saja berbeda. Itu rekomendasi dengan Ombudsman Jabar tahun kemarin," kata dia.
 
Dedi mencontohkan, seperti di SMKN 10 Kota Bandung yang memiliki jurusan Seni Karawitan, Dalang, dan kesenian tradisional setiap tahun kuota tidak terpenuhi.
 
Padahal Di Jawa Barat tidak ada lagi sekolah yang membuka kurikulum serupa, sehingga berkaitan dengan zonasi itu tidak bisa dibatasi.

Berbeda halnya dengan SMAN 3 Kota Bandung yang kekurangan jalur prestasi dan bila perlu, menurut Dedi, jalur prestasi di SMAN 3 Bandung ditingkatkan menjadi 80 persen.
 
"Jadi orang-orang tidak berebut kartu keluarga untuk masuk ke sekolah itu dengan memanipulasi mendekatkan jarak," katanya.
 
Tapi untuk beberapa sekolah yang dekat dengan pegunungan bila perlu semuanya menggunakan jalur zonasi, sehingga jarak zonasi-nya juga ditambah.
 
Sistem ini juga dapat digunakan untuk Sekolah yang berada di daerah Ujung Berung Kota Bandung.
 
"Karena jika aturan PPDB ini diatur biasa saja untuk kasus DKI Jakarta cocok diterapkan, tapi untuk Jawa Barat yang notabene banyak wilayah pegunungan sangat tidak berkeadilan jika disamakan," kata Dedi Supandi.

Baca juga: Ratusan sekolah swasta di Jabar siap akomodasi gratis siswa miskin
Baca juga: Jangan khawatir, siswa tak lolos PPDB di Jabar disediakan SMA Terbuka

 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023