Jakarta (ANTARA) - Perwakilan Ahli Gizi Puskesmas Kelurahan Sunter Jaya, Hilga Tiara Dewi, S.Gz, M.Si menjelaskan bahwa membuat bekal bergizi untuk anak tak harus dengan nasi.

Hilga juga mengingatkan bahwa membuat bekal anak juga penting untuk memperhatikan komposisi gizi yang perlu didapatkan agar tetap terpenuhi.

“Pertama kebutuhan karbohidrat, sayur, protein dan buah. Tidak perlu kalau membuat bekal harus bikin nasi terus bikin tumis tempe dan lain-lain. Padahal karbohidratnya bisa dengan jagung rebus, proteinnya dari susu UHT, lalu buah potong,” ujar Hilga saat dijumpai di RPTRA Pulo Besar, Jakarta Utara, Minggu.

Baca juga: Kepala BKKBN: ASI eksklusif berperan penting cegah anak alami stunting

Jika ingin membuat hidangan yang sederhana tanpa memasak banyak lauk, Hilga menyarankan para ibu membuat bihun goreng. Sebab di dalamnya, para ibu bisa menambahkan sayur, serta ayam atau pun telur. Dengan demikian kebutuhan protein, serat dan karbohidrat anak telah terpenuhi.

Lebih dalam Hilga juga menjelaskan, membuat bekal untuk anak tak perlu harus satu kotak penuh. Namun, yang harus diperhatikan adalah komposisi gizi dari isi kotak bekal tersebut.

Orang tua juga perlu mengetahui bahwa kebutuhan gizi setiap anak berbeda-beda. Oleh sebab itulah, penting bagi para orang tua memeriksakan anak secara rutin untuk mengetahui seberapa banyak gizi yang dibutuhkan anak masing-masing.

“Kebutuhan gizi anak itu beda-beda, dari umur 0 bulan sampai kita dewasa itu berbeda, sehingga ada angka kecukupan gizi sesuai dengan masing-masing usia,” terang Hilga.

Terkait dengan tumbuh kembang anak balita, orang tua dapat memantaunya melalui Kartu Menuju Sehat (KMS). KMS merupakan kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal balita berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U) dan berdasarkan jenis kelamin. Untuk kurva, KMS pada anak laki-laki berwarna biru dan anak perempuan berwarna merah muda. 

Oleh sebab itu Hilga mengingatkan para orang tua untuk mempelajari cara membaca KMS, karena melalui KMS orang tua dapat memantau perubahan anaknya selama tumbuh dan berkembang, mengingat pertumbuhan kurva setiap anak bisa berbeda. 

"Dengan pemeriksaan berkala dan memantau KMS, maka orang tua bisa menghindarkan anaknya dari stunting karena kebutuhan gizi anak bisa terpantau," tutup Hilga.

Baca juga: Persiapkan generasi emas 2045 dengan memastikan kesehatan anak

Baca juga: Suhu makanan dapat berpengaruh pada kesehatan anak di musim pancaroba

Baca juga: Ahli: Riwayat gizi buruk orang tua belum tentu picu anak stunting


Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023