Jakarta (ANTARA) -
Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Yostiani Noor Asmi Harini mengatakan bahwa Sastra Indonesia, khususnya puisi, terus berkembang pada era modern.
 
"Kondisi sastra termasuk puisi saat ini semakin berkembang seiring perkembangan zaman. Sastra senantiasa merepresentasikan zamannya," kata Yostiani kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
 
Dia mengatakan, dengan berbagai perubahan dalam masyarakat dan teknologi, maka sastra dan puisi menjadi lebih beragam serta mudah diakses.

Baca juga: "Salah Asuhan", karya sastrawan yang kelahirannya jadi Hari Sastra
 
Pandemi yang melanda dunia beberapa waktu lalu telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak penulis puisi. Karya-karya puisi bertema pandemi bermunculan, menggambarkan perasaan, kesedihan, dan harapan selama masa sulit tersebut.
 
Menurut Yostiani, hal itu membuktikan bahwa puisi tetap relevan dan menjadi sarana mengungkap perasaan masyarakat.
 
Media digital menjadi kunci dalam mengubah lanskap sastra Indonesia. Puisi sekarang dapat dengan mudah dipublikasikan melalui blog pribadi, platform media sosial, atau situs web sastra.
 
Dengan demikian, lebih banyak orang dapat menikmati, berbagi, dan mendiskusikan puisi secara luas.
 
Tidak hanya dalam bentuk puisi saja, kini puisi telah menemukan ekspansi ke dalam berbagai genre sastra lainnya. Tidak sedikit penulis mengadaptasi puisi ke dalam cerita pendek, novel, dan karya prosa lainnya.
 
Perpaduan itu membuka peluang baru bagi para penggemar sastra untuk menikmati sastra dari berbagai sudut pandang.
 
"Puisi-puisi pun banyak diadaptasi ke dalam genre sastra yang lain sehingga ruang-ruang untuk menikmati sastra semakin terbuka," ujar Yostiani.
 
Yostiani menyampaikan hasil wawancara dengan ratusan mahasiswa menunjukkan bahwa bahasa asing yang semakin populer tidak menyurutkan minat mahasiswa dalam membaca dan menyukai sastra Indonesia. Dia berharap agar masyarakat melestarikan budaya sastra dan puisi Indonesia dengan cara mengenal dan mencintainya.
 
"Dengan mengenalinya, maka akan tumbuh rasa cinta. Dengan mencintainya, para pecinta sejati akan menemukan cara untuk membuat apa yang dicintainya menjadi lestari," kata Yostiani.

Baca juga: Kemendikbudristek: Pemerintah tak bisa hidupkan sastra tanpa komunitas

Baca juga: Guru Besar FIB UI sebut sastra dapat menjadi media diplomasi andal

Baca juga: Masa depan sastra dalam kesiur AI

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023