Jakarta (ANTARA) - Analis Kebijakan Energi International Institute of Sustainable Development (IISD) Anissa Suharsono menyampaikan bahwa penyusunan kebijakan transisi energi batu bara, perlu melibatkan masyarakat.

“Mendapatkan pendanaan untuk proyek infrastruktur energi itu lebih mudah, karena ada prospek keuntungan investasi, tetapi berbeda kasusnya mendapatkan pendanaan untuk masyarakat yang terdampak transisi batu bara, karena proyek sosial seperti ini, keuntungannya tidak bisa dihitung dengan cara yang sama seperti proyek infrastruktur,” kata Anissa pada diskusi dalam jaringan yang diikuti di Jakarta, Senin.

IISD menyelenggarakan diskusi peluncuran ikhtisar kebijakan pendanaan transisi energi berkelanjutan atau Just Energy Transition Partnership (JETP), yakni mekanisme pembiayaan yang mendukung transisi energi negara berkembang yang selama ini memiliki ketergantungan tinggi terhadap batu bara dan bahan bakar fosil menuju emisi rendah karbon.

Anissa menjelaskan, JETP diluncurkan pada Konferensi Tingkat Tingi (KTT) G20 yang diselenggarakan pada November 2022 lalu, yang menghasilkan komitmen berupa mobilisasi dana sebesar USD 20 miliar atau sekitar Rp 311 triliun dalam 3-5 tahun mendatang untuk mempercepat transisi energi Indonesia dalam mendukung energi terbarukan.

Baca juga: IPA Convex 2023, Migas Masih Memegang Peranan Penting Dalam Transisi Energi

Baca juga: Dirut Pertamina sebut kolaborasi global penting hadapi trilema energi


“Karena JETP ini sudah berjalan di Afrika Selatan selama kurang lebih satu tahun, dan kita sama-sama memiliki ketergantungan di batu-bara, maka perlu kita evaluasi, karena proses JETP di Afrika Selatan banyak mendapat kritikan mengenai kurangnya keterlibatan publik dan perwakilan masyarakat yang terdampak pada saat perumusan kebijakan,” tutur Anissa.

Menurutnya, isu-isu seperti akses keterjangkauan harga energi belum terakomodasi di dalam fokus area JETP di Afrika Selatan.

Ia memaparkan, ada enam langkah yang dapat membantu memastikan suksesnya pelaksanaan JETP di Indonesia. Pertama, perlu ada perhatian bahwa proyek infrastruktur seperti jaringan listrik akan tertunda selama beberapa waktu, kedua yakni menyusun kebijakan energi yang kuat untuk mengurangi penggunaan batu bara.

Ketiga, fokus pada dampak sosial JETP dengan memprioritaskan manfaat sosial dari proyek-proyek ketenagakerjaan, mendukung ekonomi daerah, dan menggunakan sumber daya terbaik.

Keempat, yakni memanfaatkan peluang rencana investasi JETP untuk menarik investasi swasta, kelima, mengutamakan tercapainya konsensus di seluruh bagian pemerintahan untuk mitigasi risiko dan memastikan implementasi JETP berjalan lancar, dan keenam, menerjemahkan komitmen JETP menjadi produk legislasi.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menuturkan saat ini pihaknya sedang berupaya mengamankan pembiayaan dengan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk membantu Indonesia dalam bertransisi energi.

"Kita perjuangkan angka 20 miliar dolar AS aman dengan komitmen, tetapi kan implementasinya harus berjuang meyakinkan, karena pada dasarnya ini (JETP) komersial," ujar Dadan.*

Baca juga: ASEAN Energy Business Forum perkuat posisi kawasan di lanskap global

Baca juga: Menteri ESDM: Industri migas masih berperan di era transisi energi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023