Manokwari (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan monitoring dan evaluasi strategi penanganan masalah balita gagal tumbuh akibat kurang gizi atau stunting di Provinsi Papua Barat.

Ahli Madya Direktorat Bina Penggerakan Lini Lapangan BKKBN Pusat Farida Ekasari di Manokwari, Rabu, mengatakan evaluasi bermaksud untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan konvergensi stunting sehingga dapat dirumuskan solusinya.

Selain itu, BKKBN juga mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten menggunakan satu basis data balita dan keluarga berisiko stunting.

"Pastinya setelah monev, ada catatan yang diberikan kepada pemerintah daerah," kata Farida Ekasari.

Menurut dia kendala terbesar dalam penanganan masalah stunting di seluruh wilayah Papua Barat adalah kondisi geografis yang berbeda dari provinsi lain di Indonesia.

Oleh sebabnya, seluruh instansi pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten harus meningkatkan sinergi kolaborasi agar pelaksanaan program intervensi stunting tepat sasaran.

Hal itu bermaksud mencegah terjadinya pendobelan dalam pelaksanaan satu item program percepatan penanganan stunting pada tujuh kabupaten, sehingga anggaran yang dialokasikan dapat dimanfaatkan dengan maksimal.

"Jangkauan intervensi ke keluarga berisiko stunting sampai ke pelosok itu memang butuh upaya ekstra, karena daerahnya terpencar," tutur Farida.

Meski demikian, kata Farida, strategi penanganan stunting yang telah dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten di Papua Barat selama tiga bulan patut diapresiasi.

Berdasarkan data Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGM) Dinas Kesehatan, 544 dari 2.659 balita stunting dinyatakan sembuh dengan tingkat keberhasilan 20,46 persen.

Jumlah tersebut tersebar di Kabupaten Manokwari 184 balita, Fakfak 181 balita, Teluk Wondama 67 balita, Kaimana 48 balita, Teluk Bintuni 30 balita, Manokwari Selatan 25 balita, dan Pegunungan Arfak sembilan balita.

"Nanti kami cek apakah itu pemberian makanannya yang mempercepat penurunan atau lainnya. Kami harap Papua Barat jadi contoh bagi daerah lain," ujar Farida.


Baca juga: Papua Barat tangani stunting strategi kemauan dan upaya kolektif

Baca juga: Mahasiswa Unipa dilibatkan BKKBN tekan stunting di Papua Barat
Ahli Madya Direktorat Bina Penggerakan Lini Lapangan BKKN Pusat Farida Ekasari saat ditemui di Manokwari, Papua Barat, Rabu. (ANTARA/Fransiskus Salu Weking)


Kepala Kantor Perwakilan BKKBN Papua Barat Philmona Maria Yarollo menjelaskan pihaknya sudah memfasilitasi pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan atau kampung.

Pemerintah provinsi juga telah membentuk tim satuan tugas (satgas) untuk mengintervensi pelaksanaan program percepatan penurunan stunting pada setiap kabupaten.

"Satgas itu membantu TPPS dalam percepatan penurunan prevalensi stunting," ujar Philmona Maria.

Ia melanjutkan pemerintah provinsi telah mengembangkan sistem manajemen terpadu serta peningkatan partisipasi melalui monitoring, evaluasi dan pelatihan aplikasi E-Kriting (Elektronik Kemiskinan Ekstrim dan Stunting).

Inovasi tersebut diharapkan dapat memberikan efek signifikan terhadap program intervensi stunting yang dilaksanakan pada tujuh kabupaten di Papua Barat.

"Beliau (gubernur) sangat peduli dan sudah mengangkat 85 anak asuh stunting, pimpinan OPD pemprov juga diwajibkan jadi bapa asuh masing-masing 10 anak stunting," ucap dia.

Koordinator Program Manager Percepatan Penurunan Stunting Papua Barat Benyamin Lado menjelaskan, prevalensi stunting Papua Barat berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 meningkat dari 26,2 persen menjadi 30 persen.

Pemerintah provinsi dan kabupaten terus berupaya agar program intervensi stunting dilaksanakan dengan maksimal agar angka prevalensinya turun hingga 14 persen pada tahun 2024 sesuai target nasional

"Kalau mau capai 14 persen berarti masalah gizi harus diperbaiki," jelas Benyamin Lado.

Namun, kata dia, belum semua kabupaten menetapkan regulasi berupa peraturan bupati tentang peran kampung dalam percepatan penurunan stunting melalui pengalokasian dana kampung.

Selain itu, data yang terinput dalam E-PPGBM baru mencapai 55,93 persen sehingga belum diperoleh data riil kasus stunting di Papua Barat.

Baca juga: TMMD ke-117 sasar kasus anak stunting di Kampung Waigo-Sorong Selatan

Baca juga: Papua Barat bentuk satgas intervensi kemiskinan ekstrem dan stunting

 

Pewarta: Fransiskus Salu Weking
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023