Solo (ANTARA News) - Bagian akhir trilogi Opera Jawa berjudul "Selendang Merah" yang dipentaskan di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI), Solo, Sabtu malam, menampilkan kultur masyarakat Jawa yang kaya ragam dengan dukungan profesional dari berbagai bidang seni pertunjukan.

Sang sutradara dan penulis naskah, Garin Nugroho, antara lain memperlihatkan keragaman Jawa lewat tarian, musik, tembang, dan topeng untuk menggambarkan dunia yang jungkir balik dalam "Selendang Merah."

Macam-macam topeng dari berbagai wilayah Indonesia termasuk Jawa, Kalimantan dan Papua melengkapi penampilan para pelakon yang membawakan gerakan-gerakan tari rancangan penata tari Anggono Kusumo dan Danang Pamungkas.

Komposer dan ahli musik tradisional, Rahayu Supanggah, juga menampilkan kekayaan ragam kultur Jawa dalam lakon tersebut dengan hampir 40 lagu yang dibawakan oleh 11 pemain musik.

"Semuanya baru, aransemen baru, liriknya juga baru," kata Supanggah, yang menyiapkan seluruh komposisi musik dan lagu untuk bagian terakhir Opera Jawa dalam waktu tiga bulan.

"Di dalamnya ada unsur musik Kerinci, Bali, Sunda, Keroncong, dan rap, yang di-Jawa-kan," tambah dia.

Dalam lakon yang digelar di panggung berdasar lingkaran hijau terang dengan latar tampilan seni visual itu juga ada dialog dan lirik lagu dengan bahasa-bahasa yang biasa digunakan di beberapa daerah di Jawa seperti Bahasa Madura dan Banyumas.

"Saya menggabungkan tari tradisi, seni kontemporer, seni visual, dan ritual dalam masyarakat," kata Garin.

Garin menambahkan, dalam pertunjukan kali ini dia memberikan lebih banyak unsur Jawa Timur yang lebih dinamis.

Dengan dukungan para pelakon dengan keahlian menari dan menyanyi, komposer, koreografer, dan penata artistik handal, "Selendang Merah" bertutur tentang dunia yang gonjang ganjing karena manusia tidak lagi harmoni dengan alam.

"Karena kondisi sekarang memang menuntun ke tema-tema yang seperti itu. Hampir di semua tempat kan begitu, ibu membunuh anak, semua serba tidak masuk akal, jungkir balik," demikian Garin Nugroho.

Pewarta: Maryati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013