Jakarta (ANTARA News) - Aerosol hasil pembakaran bahan bakar minyak di udara menyebabkan karang menjadi kerdil, demikian hasil riset sekelompok peneliti dari berbagai unviersitas internasional dalam jurnal Nature Geoscience.

"Perubahan dalam tingkat pertumbuhan koral selama periode 1880 hingga 2000 bersamaan dengan variasi suhu permukaan laut dan hadirnya radiasi gelombang pendek," kata tim peneliti pimpinan Lester Kwiatkowski dari Fakultas Teknik, Matematika dan Fisika, Unviersitas Exter, Inggris.

Model simulasi yang dipakai tim periset Kwiatkowski menunjukkan variasi konsentrasi aerosol antropogenik menyebabkan variasi suhu permukaan laut dan kehadiran rasiasi di paruh kedua abad keduapuluh.   Aerosol itu tersirkulasi di udara dan akan menghalangi radiasi sinar matahari.

"Dengan pengecualian kejadian pemutihan massal, kami menyatakan baik perubahan iklim dari emisi gas rumah kaca atau pengasaman air laut bukan penyebab variasi tingkat pertumbuhan (koral) di lokasi Karibia," sebut tim peneliti.

Sebaliknya, lanjut para peneliti, penyebab pertumbuhan koral adalah perubahan iklim kawasan akibat emisi aerosol vulkanik dan antropogenik.

Meski para peneliti menyebut partikel-partikel polusi udara menyebabkan pendinginan permukaan laut dan pengerdilan ukuran koral, mereka juga mempercayai pendinginan itu mampu mencegah pemutihan koral jika berada di perairan hangat.

Para ilmuwan sebelumnya sempat mengkhawatirkan peningkatan suhu perairan dunia selama beberapa abad menambah keasaman air laut dan akan memutihkan koral di dalamnya.

"Partikel polusi memantulkan sinar matahari yang masuk (ke air laut) dan membuat awan semakin cerah. Hal ini akan mengurangi ketersediaan sinar untuk proses fotosintesis koral serta untuk suhu perairan sekitarnya. Faktor-faktor ini dapat memperlambat pertumbuhan koral," kata anggota tim peneliti, Paul Halloran dari Met Office Hadley Centre Inggris seperti dikutip BBC.

Penerjemah: Imam Santoso
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013