Jakarta (ANTARA) - Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto menilai pengolahan sampah menjadi bahan bakar (Refuse Derived Fuel/RDF) merupakan upaya yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis.
 
"Penjabat (Pj) Gubernur memunculkan era baru pengelolaan sampah di DKI Jakarta, yakni menjadikan bahan bakar alternatif atau RDF, bernilai ekonomis sekaligus ramah lingkungan," kata Bagong saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
 
Teknologi itu untuk menghadapi situasi krisis klimaks pengolahan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
 
Bagong menyebutkan, langkah Pj Gubernur Heru Budi Hartono membangun RDF dengan skala besar, yakni berkapasitas 2.000 ton per hari perlu mendapat dukungan publik.

Baca juga: Heru paparkan soal stunting hingga RDF saat evaluasi di Kemendagri
 
Sistem pengolahan sampah yang sebelumnya, yakni "Intermediate Treatment Facility" (ITF), menurut Bagong, dampak pencemarannya terlalu berisiko.
 
Bagong menjelaskan, setiap hari sebanyak 7.500-7.800 ton sampah DKI Jakarta dikirim ke TPST Bantargebang, Kota Bekasi. Ketika musim banjir ada tambahan sampah menjadi sekitar 12.000 ton per hari.
 
Sekarang, kata Bagong, hampir semua zona sudah kelebihan muatan (overload) dan gunung-gunung sampah bertambah tinggi.
 
Proyek RDF yang menelan anggaran sekitar Rp1,07 triliun itu diyakini akan mengolah sampah 2.000 ton per hari. Yaitu sampah baru 1.000 ton per hari dan sampah lama 1.000 ton per hari.

Baca juga: Pembangunan ekonomi di Jakarta harus utamakan lingkungan berkelanjutan
 
"Berarti beban TPST Bantargebang terkurangi. Nah sebagai upaya meniadakan 'tipping fee', juga dibilang RDF ini mengolah sampah menjadi energi biomassa yang digunakan sebagai energi baru terbarukan (EBT)," ujar Bagong.
 
"Tipping fee" merupakan biaya yang dibebankan kepada pemerintah daerah untuk mengumpulkan sampah dari rumah ke tempat pengolahan.
 
Sebagai informasi, RDF mencakup rentang yang luas mengenai material sampah yang diproses melengkapi panduan, regulasi atau spesifikasi industri terutama memanfaatkan nilai kalori tinggi.
 
RDF meliputi residu dari daur ulang pengelolaan sampah, industri atau perdagangan sampah, lumpur buangan, limbah industri berbahaya, sampah biomassa dan sebagainya.

Baca juga: Pemprov DKI tegaskan pengolahan sampah Sunter tak dibatalkan
 
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan,
RDF paling cocok untuk mengolah sampah di Jakarta karena biayanya jauh lebih murah.
 
"Biaya operasional murah, kemudian juga pembangunan lebih cepat. Lalu, hasilnya pun bisa kami jual ke pabrik semen," ujar Asep
 
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah juga menilai pembangunan RDF
terbilang rasional untuk mengatasi persoalan sampah di Ibu Kota.
 
"Saya menegaskan penanganan sampah melalui RDF menjadi pilihan terbaik dan paling rasional saat ini," kata Ida kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
 

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023