PPDB sistem zonasi pasti ada kekurangannya namun kekurangan tersebut masih berpeluang diperbaiki bersama
Jakarta (ANTARA) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi telah mampu memberi kesempatan bagi anak kurang mampu untuk dapat menempuh pendidikan di sekolah negeri.

“Sekolah negeri berbiaya murah bahkan gratis untuk pendidikan wajib sembilan tahun sehingga membuat anak-anak dari keluarga miskin dapat mengakses sekolah negeri untuk melanjutkan pendidikannya,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo di Jakarta, Selasa.

Kebijakan PPDB sistem zonasi sendiri pada awalnya diterapkan saat Muhajir Effendi menjabat sebagai Mendikbud RI pada 2017 yang didasarkan atas hasil penelitian oleh dilakukan Balitbang Kemendikbud selama delapan tahun.

Penelitian tersebut menunjukkan sekolah negeri justru didominasi oleh peserta didik dari keluarga kaya atau mampu secara ekonomi padahal anak-anak keluarga kaya memiliki banyak pilihan untuk bersekolah.

Hal tersebut berbeda dengan kondisi anak-anak dari keluarga miskin yang akan sulit melanjutkan sekolah jika tidak di SMA atau SMKN karena ketiadaan biaya.

​​​​​​Tak hanya itu, peserta didik yang memiliki nilai akademik tinggi didominasi dari keluarga berada yang gizinya sudah baik sejak kecil, memiliki sarana dan prasarana belajar yang memadai hingga orang tua yang mampu membayar guru privat maupun bimbingan belajar.

“Dengan berbagai fasilitas itu maka wajar saja ketika anak-anak dari keluarga mampu selalu diterima di sekolah negeri terbaik pilihannya,” ujar Heru.

Baca juga: Legislator Semarang nilai sistem zonasi PPDB lebih adil
Baca juga: Ombudsman RI susun “policy brief” soal PPDB ke Kemendikbudristek


Di sisi lain, peserta didik dari keluarga tidak mampu secara gizi lebih rendah, tidak memiliki sarana belajar yang memadai, tidak mampu membayar bimbingan belajar, bahkan mereka harus membantu orang tua bekerja.

Anak-anak pada kelompok tidak mampu adalah yang terpinggirkan ketika PPDB sebelum menggunakan sistem zonasi karena untuk mengakses sekolah negeri seleksinya hanya menggunakan nilai akademik.

Sistem yang hanya menggunakan nilai akademik pada akhirnya memunculkan adanya sekolah unggulan atau sekolah favorit dengan peserta didik dengan nilai akademik tinggi hingga mayoritas bantuan daerah dan nasional tertumpah ke sekolah ini.

Anggaran pemerintah yang besar kepada sekolah favorit tersebut tidak dapat dinikmati secara sama dengan sekolah negeri bukan unggulan yang peserta didiknya bukan siswa unggulan sehingga terdapat ketidakadilan.

Terlebih lagi, Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menjelaskan anak-anak yang bersekolah di bukan sekolah unggulan bahkan yang tidak diterima di sekolah negeri umumnya adalah anak-anak dari keluarga tidak mampu.

Baca juga: Pemerintah pertimbangkan hapus sistem zonasi PPDB
Baca juga: Kemendikbudristek sosialisasi sistem zonasi kawasan Trowulan


Oleh sebab itu, Retno menuturkan adanya kebijakan PPDB sistem zonasi justru menghendaki kehadiran negara agar sekolah negeri dapat diakses oleh seluruh kalangan baik anak didik pintar maupun tidak tidak dan kayak atau tidak.

“PPDB sistem zonasi pasti ada kekurangannya namun kekurangan tersebut masih berpeluang diperbaiki bersama,” kata Retno.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar dan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril mengatakan pelaksanaan PPDB harus mengedepankan prinsip keadilan bagi seluruh calon peserta didik.

Iwan menyebutkan PPDB zonasi bertujuan memberikan kesempatan yang adil bagi peserta didik untuk mendapat pendidikan berkualitas dengan tidak menjadikan keterbatasan ekonomi maupun kondisi disabilitas sebagai penghalang.

“Prinsip pelaksanaan PPDB dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi sekolah yang dirancang melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu,” kata Iwan.

Baca juga: Menko Muhadjir: Kecurangan PPDB zonasi bukan kesalahan sistemnya
Baca juga: Tidak ada lagi sekolah unggul di Sumbar karena sistem zonasi
Baca juga: Heru tegaskan sistem zonasi PPDB tiadakan status sekolah favorit

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023