Seoul (ANTARA) - Korea Utara kemungkinan  meluncurkan rudal balistik antarbenua atau mengambil langkah militer lainnya untuk memprotes KTT Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang, kata legislator Korea Selatan Yoo Sang-bum yang menyebutkan sumbernya adalah badan intelijen negara itu.

Presiden AS Joe Biden pada Jumat ini di Camp David di Maryland, akan menemui Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dalam rangka memperkuat ikatan antara Seoul dan Tokyo yang keduanya menghadapi ancaman nuklir Korea Utara dan pengaruh regional China yang semakin besar.

Korea Utara mengkritik semakin dalamnya kerja sama militer antara ketiga negara sebagai pendahuluan  berbahaya untuk menciptakan "NATO versi Asia".

Negara tertutup itu juga bisa saja meluncurkan satelit mata-mata lain  akhir Agustus ini atau awal September gagal dalam upaya pertamanya Mei, kata Yoo Sang-bum.

Ada kemungkinan Korea Utara akan meluncurkan satelit itu untuk merayakan ulang tahun bapak pendiri bangsa itu pada 9 September, kata Yoo setelah bertemu dengan kepala Badan Intelijen Nasional.

Baca juga: Korut: Tentara AS Travis King kabur karena ingin cari suaka

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sudah menyatakan peluncuran pada paruh kedua tahun ini sebagai prioritasnya, kata Yoo.

Ketika ditanya tentang peringatan dari Korea Selatan itu, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengaku tidak memiliki "hal  spesifik soal itu".

"Kami sudah memperkirakan hal tidak terduga dari DPRK. Jadi, kami siap menghadapi hal yang tidak terduga itu," kata dia kepada wartawan.

Korea Utara dan Rusia menyepakati kerja sama pertahanan menyeluruh ketika menteri pertahanan Rusia bertemu Kim bulan lalu dan menyaksikan parade militer di ibu kota, Pyongyang, kata Yoo mengutip intelijen Korea Selatan.

"Badan Intelijen Nasional mengantisipasi bahwa Rusia dan Korea Utara akan mempercepat kerja sama pertahanannya  dan melacak dengan cermat manuver apa pun untuk menjejak kemungkinan transfer teknologi rudal nuklir Rusia ke Korea Utara," kata Yoo.

Thomas-Greenfied mengatakan kunjungan menteri pertahanan Rusia adalah pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB karena memperlihatkan  "dukungan kepada  program senjata Korea Utara dan itu jelas kami lihat dari kehadiran dia di sana."

Baca juga: Pemimpin Korut dan Putin saling bersurat, bersumpah perkuat hubungan

Para pejabat Rusia sepertinya sudah mengunjungi Korea Utara bulan ini guna membahas rincian kerja sama militer. Korea Selatan melihat adanya petunjuk terjadinya pengiriman pasokan militer dari Pyongyang dengan pesawat Rusia pada 8 Agustus, kata Yoo.

Washington mengkritik Korea Utara karena memasok senjata kepada Rusia untuk mendukung perang di Ukraina.

Sebelumnya, Amerika Serikat pada Rabu memberlakukan sanksi terhadap tiga entitas yang dituduh terkait dengan kesepakatan senjata antara kedua negara.

Pyongyang dan Moskow membantah adanya transaksi senjata.

Kementerian luar negeri Korea Selatan menyambut baik langkah AS itu, dengan menyatakan pihaknya juga akan meninjau sanksi lebih lanjut kepada Korea Utara yang ditujukan untuk mencegah Korea Utara membuat senjata ilegal dan memperdagangkan senjatanya.

"Setiap negara anggota PBB harus segera menghentikan kerja sama militer dengan Korea Utara, termasuk transaksi senjata ilegal, yang mengancam perdamaian dan stabilitas masyarakat internasional," kata juru bicara kementerian luar negeri Korea Utara.

Baca juga: Korut kecam bantuan senjata AS ke Taiwan sebagai provokasi berbahaya

Sumber: Reuters

 

Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023