Nah jika masyarakat ini terjamin ekonominya, maka mereka tentu dengan sukarela akan ikut juga merawat hutan
Jakarta (ANTARA) -
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara Rianda Purba menyatakan konservasi orang utan dimulai dari menjamin kelangsungan perekonomian ekonomi warga sekitar yang hidup di kawasan habitat orang utan.
 
“Kuncinya memastikan bagaimana ekonomi warga yang hidup di sekitar kawasan hutan dan langsung berinteraksi dengan orang utan itu dijamin, ekonomi yang berbasis lingkungan dan hutan, mulai dari hulu sampai ke hilirnya harus difasilitasi oleh pemerintah,” kata Rianda pada diskusi daring di Jakarta, Sabtu, dalam rangka memperingati Hari Orang utan Sedunia.
 
Ia menjelaskan perdagangan karbon yang saat ini tengah digagas oleh pemerintah juga bisa menjadi solusi konkret apabila penerima manfaat jasa karbon tersebut adalah warga yang tinggal di sekitar hutan.
 
“Konteks jual beli karbon kan juga menjadi perhatian pemerintah, bagaimana penerima manfaat langsung dari jasa karbon tersebut adalah warga yang melindungi di sekitar hutan. Kalau itu jelas peruntukannya, maka orang akan semakin rajin menanam pohon, kalau secara kelembagaannya difasilitasi dengan jelas dan penerimanya langsung ke warga, itu adalah solusi yang paling konkret,” ujarnya. 
 
Ia menjelaskan pelestarian orang utan sebenarnya telah diwariskan oleh masyarakat adat dalam kearifan lokal yang dijaga turun-temurun, misalnya saat musim panen, maka hasil panen tidak sepenuhnya diambil oleh masyarakat adat, melainkan disisakan sebagian untuk bahan makanan orang utan.

Baca juga: Kampanye digital di medsos bisa bantu lindungi habitat orang utan
 
“Masyarakat di kawasan Gunung Leuser, Aceh, Sumatera Utara, ini sudah paham, misalnya saat musim rambutan, nah buah yang dipanen itu bukan hanya milik mereka, tetapi jatah mereka (orang utan) juga,” ucap Rianda.
 
Menurutnya, masyarakat adat juga sudah memiliki aturan-aturan dan mekanisme bagaimana ketika orang utan masuk ke perladangan.
 
“Jadi kita mungkin harus lebih melibatkan partisipasi aktif komunitas lokal di kawasan untuk mengelola dan konservasi, memanfaatkan kearifan lokal, mengadaptasi sistem tersebut agar lebih efektif melindungi kawasan orang utan. Nah jika masyarakat ini terjamin ekonominya, maka mereka tentu dengan sukarela akan ikut juga merawat hutan,” tuturnya.
 
Sebelumnya pemerintah telah mempersiapkan regulasi tentang perdagangan karbon, yang dasar hukumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang ditetapkan pada 12 Januari 2023.
 
Dalam Pasal 24 UU tersebut dijelaskan bahwa perdagangan karbon dalam negeri dan/atau luar negeri dapat dilakukan dengan mekanisme bursa karbon, yang dapat diselenggarakan oleh penyelenggara pasar yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
 
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah menyepakati bahwa perdagangan karbon di Indonesia tidak boleh dijual di bursa luar negeri.
 
“Kita ingin dijual di bursa Indonesia dan harganya harus lebih baik,” kata Bahlil.

Baca juga: Pemerintah akan atur tata kelola perdagangan karbon
Baca juga: Bahlil sebut perdagangan karbon Indonesia terbuka tetapi teregistrasi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023