Shanghai/Singapura (ANTARA) - China memangkas suku bunga acuan pinjaman satu tahun pada Senin, karena pihak berwenang berusaha untuk meningkatkan upaya guna merangsang permintaan kredit, tetapi mengejutkan pasar dengan mempertahankan suku bunga lima tahun tidak berubah di tengah kekhawatiran yang lebih luas tentang mata uang yang melemah dengan cepat.

Pemulihan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah kehilangan tenaga karena kemerosotan properti yang memburuk, belanja konsumen yang lemah dan jatuhnya pertumbuhan kredit, menambah kasus bagi otoritas untuk merilis lebih banyak stimulus kebijakan.

Namun, tekanan turun pada yuan berarti Beijing memiliki ruang terbatas untuk pelonggaran moneter yang lebih dalam, kata para analis, karena semakin melebarnya perbedaan imbal hasil China dengan ekonomi utama lainnya dapat memicu aksi jual yuan dan pelarian modal.

Suku bunga dasar pinjaman (loan prime rate/LPR) satu tahun diturunkan 10 basis poin menjadi 3,45 persen dari sebelumnya 3,55 persen, sedangkan LPR lima tahun dibiarkan di 4,20 persen.

Dalam jajak pendapat Reuters dari 35 pengamat pasar, semua peserta memperkirakan pemotongan kedua suku bunga. Pemotongan 10 basis poin dalam suku bunga satu tahun lebih kecil dari pemotongan 15 basis poin yang diharapkan oleh sebagian besar responden jajak pendapat.

"Mungkin China membatasi ukuran dan ruang lingkup penurunan suku bunga karena mereka khawatir dengan tekanan turun pada yuan," kata Masayuki Kichikawa, kepala strategi makro di Sumitomo Mitsui DS Asset Management.

"Otoritas China peduli dengan stabilitas pasar mata uang."

Sebagian besar pinjaman baru dan terutang di China didasarkan pada LPR satu tahun, sedangkan suku bunga lima tahun mempengaruhi penentuan suku bunga hipotek (KPR). China memotong kedua LPR pada Juni untuk meningkatkan perekonomian.

Yuan di dalam negeri melemah pada awal perdagangan menjadi 7,3078 per dolar, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di 7,2855, sementara indeks Komposit Shanghai dan indeks saham unggulan CSI 300 juga turun.

Yuan telah kehilangan hampir 6,0 persen terhadap dolar sepanjang tahun ini menjadi salah satu mata uang Asia dengan kinerja terburuk.

Pengurangan LPR satu tahun terjadi setelah bank sentral China, People's Bank of China (PBoC) secara tak terduga menurunkan suku bunga kebijakan jangka menengahnya minggu lalu.

Suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) berfungsi sebagai panduan untuk LPR dan dibaca secara luas oleh pasar sebagai pendahulu untuk perubahan suku bunga acuan pinjaman di masa depan.

Bank sentral China juga telah berjanji untuk menjaga likuiditas cukup dan kebijakannya "tepat dan kuat" untuk mendukung pemulihan ekonomi, di tengah meningkatnya tantangan, menurut laporan implementasi kebijakan moneter kuartal kedua.

Tetapi tenor lima tahun yang stabil membuat banyak pedagang dan analis lengah, dengan beberapa memperkirakan sektor properti yang bermasalah dan meningkatnya risiko gagal bayar di beberapa pengembang akan menyebabkan pemotongan yang lebih dalam pada suku bunga acuan.

"Kami menafsirkan status quo LPR lima tahun adalah sinyal bahwa bank-bank China enggan memangkas suku bunga dengan mengorbankan margin perbedaan suku bunga," kata Ken Cheung, kepala strategi valas Asia di Mizuho Bank.

"Ini menandai masalah efektivitas panduan kebijakan PBoC yang masuk ke pasar, dan otoritas China mungkin kekurangan alat yang efektif untuk merangsang sektor properti dan ekonomi melalui pelonggaran moneter."

Cheung menambahkan bahwa hasil suku bunga tak terduga akan "negatif terhadap prospek pertumbuhan China dan nilai tukar yuan".

Bank sentral mengatakan akan mengoptimalkan kebijakan kredit untuk sektor properti, sambil mengkoordinasikan dukungan keuangan untuk menyelesaikan masalah utang pemerintah daerah, katanya dalam sebuah pernyataan pada Miinggu (20/8/2023).

Baca juga: Yuan terpuruk setelah China pangkas bunga acuan pinjaman, Aussie jatuh
Baca juga: Minyak jatuh di Asia karena penurunan bunga acuan China lebih kecil
Baca juga: PBoC janji tingkatkan dukungan keuangan bagi perusahaan swasta

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023