Tinggalkan program-program lain yang tidak terlalu penting, utamakan tetap utuhnya pulau-pulau Tanah Air kita....
Jakarta (ANTARA) - Pakar Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Prof Emil Salim menyatakan principal decision (keputusan utama) harus diambil untuk mengubah sasaran net zero emissions/NZE (nol emisi karbon) dan fokus memecahkan masalah dari dampak yang dihasilkan perubahan iklim di Indonesia.

Pernyataan tersebut disampaikan Emil Salim dalam acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045 yang dipantau secara virtual, di Jakarta, Senin.

Tinggalkan program-program lain yang tidak terlalu penting, utamakan tetap utuhnya pulau-pulau Tanah Air kita dari ancaman naiknya muka laut, turunnya lahan, dan perubahan iklim. (Hal ini ditujukan) agar Tanah Air Indonesia 2045 tetap berdiri bukan karena pidato, bukan karena monumen, tetapi karena langkah program jelas menangani problematik (provinsi) super prioritas, top prioritas, dan prioritas provinsi-provinsi yang sudah diidentifikasi oleh Bappenas,” ujar dia.

Dalam Dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim tahun 2021 yang diluncurkan Bappenas, telah dibagi lokasi prioritas ketahanan iklim dengan kategori super prioritas, top prioritas, dan prioritas.

Super prioritas berarti provinsi tertentu memiliki bahaya tinggi, kerentanan tinggi, dan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tinggi akibat perubahan iklim melalui kenaikan permukaan laut dan pesisir, serta penurunan permukaan tanah (land subsidence). Untuk top prioritas memiliki potensi bahaya tinggi dan kerentanan tinggi, serta kategori prioritas yang memiliki bahaya tinggi.

Berdasarkan laporan tersebut, 22 dari 28 provinsi di Indonesia berkategori top prioritas dari ancaman perubahan iklim. Sejumlah provinsi yang menempati posisi tertinggi top prioritas adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah, Aceh, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara.

Dia mengatakan sebagian besar provinsi yang masuk kategori super prioritas berasal dari bagian timur Indonesia.

“El Nino yang mulai mengubah suhu kita di Tanah Air berasal dari negara Amerika Selatan yang kemudian panas udaranya itu tertiup dari lautan Pasifik melalui kawasan NTT, dari bagian timur ke selatan, ke arah Pulau Jawa. Kita diserang oleh El Nino dari timur, maka kepulauan provinsi-provinsi yang berada di timur Indonesia termasuk provinsi yang banyak menduduki top prioritas di dalam ancaman perubahan iklim,” kata mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia periode 1978-1993 itu pula.

Dampak dari perubahan iklim melalui lautan juga dialami bagian barat Indonesia. Mulai dari Aceh, Mentawai di Sumatera Barat, Nias di Sumatera Utara, hingga ke bagian selatan Indonesia.

“Indonesia adalah negara kepulauan yang diapit oleh Lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Dua lautan ini mengalami perubahan yang fundamental akibat perubahan iklim dan kita terkepung oleh dua samudra ini. Maka, pengaruh dari dua samudra ini, 22 provinsi di Tanah Air kita mengalami ancaman dampak perubahan iklim,” kata Emil lagi.

Menurut dia, upaya mengimplementasikan pembangunan berketahanan iklim memerlukan dana yang besar, seperti tanggul lepas pantai, pemecah gelombang (wave breaker), dan penggalakan hutan bakau.

Kendati dana menjadi keterbatasan, Emil menganggap upaya mengatasi tantangan perubahan iklim harus segera dilakukan, karena fenomena tersebut berpotensi membuat pulau-pulau di Indonesia tercabik-cabik akibat berbagai bencana yang mungkin akan terjadi.

“Belum saya singgung soal dampak perubahan iklim pada air, pada pangan yang iklimnya mengalami perubahan, pada ikan yang lautnya mengalami suhu naik, pada kesehatan, pada jam kerja (para pekerja), pada suasana, dan sebagainya,” ujarnya lagi.

Karena itu, dia menilai kebijakan mencapai NZE pada tahun 2060 dapat digeser menjadi tahun 2030 sebagaimana disepakati Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Jika NZE tetap dicapai pada tahun 2060, ancaman perubahan iklim dianggap berpotensi lebih besar terjadi di Indonesia.
Baca juga: Suharso: Mulai banyak wilayah Indonesia yang terendam secara permanen
Baca juga: Bappenas memaparkan fokus pembangunan berketahanan iklim di Indonesia


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023