Serang (ANTARA News) - Keluarga Imam Samudra alis Abdul Aziz yang ada di Serang, Banten, mengaku belum menerima kabar mengenai kepastian eksekusi terhadap Imam Samudra terpidana mati kasus bom Bali I itu. "Kita belum mendapatkan kabar resmi dari kejaksaan agung tentang eksekusi itu, seharusnya ada pemberitahuan karena ini menyangkut nyawa manusia," kata kata adik kandung Imam Samudra, Lulu Jamaluddin, kepada ANTARA di Serang, Rabu. Dia mengatakan pemberitahuan kepada keluarga tentang pelaksanaan eksekusi tersebut mutlak disampaikan petugas, karena telah dinantikan sejak lama oleh Embay Badriyah (60), ibu Iman. Meski begitu, pihaknya pasrah dan menyerahkan masalah hidup dan mati kepada Allah dan ini merupakan kehendak yang kuasa jadi tidak begitu dipersoalkan. Pernyataan tersebut sehubungan Kejaksaan Agung akan melakukan eksekusi terhadap Imam Samudra, Ali Gufron dan Amrozi karena mereka divonis sebagai teroris kasus bom Bali I. Menurut Lulu, bahwa kakaknya dianggap tidak bersalah sehingga tidak melakukan upaya grasi kepada presiden, jika memang dihukum mati sudah merupakan takdir. Semua orang yang memeluk agama apapun di dunia ini pada akhirnya akan mati, dan mengapa kita harus mempersoalkan, pasrah saja kepada Allah, kata Lulu yang juga sebagai jurubicara keluarga. Sebelumnya, suami dari Iin Indah Hasnah (23) itu mengharapkan pemerintah tidak mengabaikan pembatalan UU No. 16/2003 tentang Pelaksanaan Perpu No. 2/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Lulu yang ditemui di rumahnya di Kampung Lopang Gede RT 07/01 Kelurahan Lopang, Kecamatan Serang, itu mengatakan menolak disebut sebagai teroris karena tindakan selama dalam penjara telah membuat buku berjulul "Aku Melawan Teroris". Namun begitu, katanya pihak keluarga tetap tidak goyah terhadap pendirian adanya kebenaran yang hakiki, meski saat ini Iman masih mendekam di LP Nusakambangan Kabupaten Cilacap, Jateng. Sedangkan Lulu bersama ibu dan keluarga lainnya menyengguk Iman di LP pada awal pekan September 2005 lalu.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006