Jakarta (ANTARA News) - Produk undang-undang perlindungan data pribadi yang akan dikembangkan di Indonesia dapat meniru aturan serupa yang diterapkan di Uni Eropa, demikian dikatakan Pakar Hukum Universitas Padjadjaran, Sinta Dewi.

"Pendekatan yang diterapkan Uni Eropa lebih cocok untuk sistem hukum Indonesia karena mengatur sektor publik dan privat," Sinta selepas Diskusi Publik Perlindungan Data Pribadi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, di Jakarta, Selasa.

Sinta mengatakan Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga di ASEAN yang telah mempunyai perundang-undangan perlindungan data pribadi seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.

"Kalau di Singapura, pihak yang diatur adalah lembaga pemerintahnya seperti juga Amerika Serikat," kata Sinta.

Keberadaan perundang-undangan perlindungan data pribadi yang mengatur baik lembaga pemerintah dan swasta, menurut Sinta, dibutuhkan di Indonesia karena pontesi pelanggaran terdapat ada di kedua pelaku itu.

"Jika sudah ada undang-undang (perlindungan data pribadi) itu baik lembaga pemerintah ataupun swasta juga harus memiliki aturan sendiri bagaimana mengelola data pribadi dari masyarakat," kata Sinta.

Sinta mencontohkan kasus pelanggaran data pribadi oleh lembaga swasta atau perusahaan berupa kebocoran 25 juta data pelanggan telekomunikasi pada 2011 serta data nasabah kartu kredit yang diperjualbelikan.

Sementara, potensi pelanggaran data pribadi oleh pemerintah muncul dari program kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan penyadapan perangkat komunikasi tanpa koordinasi. 

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013